banner 728x250
Daerah  

Kasus Hutan Produksi Bowosie, Paradigma Pembangunan Yang Harus Berubah.

Bowosie mesti jadi poin keprihatinan kita semua.

banner 120x600
banner 468x60

Giat pembangunan di Bowosie, Labuan Bajo perlu kita simak dengan serius. Wilayah ini ada di Nusa Tenggara Timur, propinsi yang sebelum ini sepertinya kurang diperhatikan sehingga hanya berita kemiskinan dan penderitaan yang sering terdengar dari propinsi ini.

Tapi perubahan drastis terjadi ketika Joko Widodo menjadi Presiden RI. Jokowi sadar akan potensi NTT yang menyimpan banyak keindahan alam nan eksotis. Karena itu Presiden Jokowi mencanangkan pembangunan di NTT bahkan Labuhan Bajo ditetapkan sebagai kawasan wisata premium dan super prioritas.

Infrastruktur dibangun secara luar biasa dan kita semua sudah menyaksikan sebagian yang sudah selesai, diantaranya sirkuit Internasional Mandalika yang baru-baru ini telah berhasil menggelar even berkelas dunia yaitu MotoGP.

Labuhan Bajo yang dirancang sebagai destinasi wisata premium terus dibangun. Agar lebih terarah, pemerintah membentuk BPOPLBF (Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores). Badan ini sekarang dipimpin oleh Shana Fatina selaku direktur utama.

Tetapi apa yang terjadi hari hari ini membuat kita semua miris. Melihat bagaimana penduduk yang telah menempati kawasan hutan produksi Nggorang Bowosie diusir dengan paksa tanpa ada pembicaraan apakah mereka akan diberikan gsnti rugi ataupun di relokasi.

Jadi BPOPLBF ini mengelola juga kawasan hutan produksi Bowosie seluas 400 Ha, yang oleh PerPres di alih fungsikan sebagai bagian dari pembangunan wisata super prioritas.

Yang mungkin belum diketahui oleh Presiden Jokowi adalah bahwa di lahan tersebut ada sekitar 630 KK yang berdiam dan menggantungkan kehidupannya dengan bercocok tanam di area tersebut.

Atas dasar Perpres dan tanpa menghiraukan kehidupan masyarakat disitu BPOPLBF membebaskan (menggusur) lahan tersebut untuk dijadikan fasilitas pariwisata.

Bahkan tidak hanya di areal tersebut, tetapi juga di area sekitarnya seperti pada komunitas Rancang Buka , juga dibebaskan karena akan dibangun Infrastruktur pendukung untuk menuju daerah Bowosie. Semuanya dilakukan tanpa dilakukan perundingan dengan masyarakat terdampak.

Dimana dan bagaimana masyarakat disitu akan hidup, tidak pernah dibicarakan sebelumnya. Tentunya hal seperti ini mengundang perlawanan masyarakat.

banner 325x300

Kok jadi seperti penggusuran d jaman orba yang sangat melukai masyarakat. Seperti kasus kedungombo dan beberapa kasus penggusuran lainnya.

Mengapa sih, paradigma pembangunan di Bowosie kok belum berubah?

Apakah pemerintah dalam hal ini BPOPLBF tidak bisa menggandeng atau kalau perlu menggendong masyarakat terdampak, agar merekapun bisa ikut menikmati derap pembangunan yang terjadi di daerahnya.

Padahal, bagi masyarakat NTT, Jokowi adalah Presiden yang mereka puja dan sangat hormati, karena di era Presiden Jokowilah masyarakat NTT merasakan perhatian dari pemerintah pusat yang nyata.

BPOPLBF seharusnya bisa menjadi agen perubahan yang baik bagi masyarakat terdampak.

BPOPLBF bisa mendampingi dan mengedukasi masyarakat terdampak untuk misalnya merubah pola hidupnya dengan memanfaatkan fasilitas wisata yang dibuat pemerintah melalui BPOPLBF.

Masyarakat terdampak bisa dididik untuk berkoperasi dan diberikan kesempatan untuk bekerja-sama dengan BPOPLBF mengelola pariwisata didaerah tersebut.

Betul, pastinya akan merepotkan, tetapi inilah fungsi adanya negara dan institusi yang dibentuk dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Menjadi aparatur negara harus tidak pernah merasa capek, begitu pernah dikatakan oleh Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam suatu kesempatan.

Agaknya kasus yang terjadi di Kabupaten Manggarai Barat, tepatnya di hutan produksi Nggorang Bowosie ini tidak berhenti sampai disini.

Dikabarkan bahwa KPK telah mencium niat BPOPLBF yang akan mencaplok Puncak Waringin, sebuah kawasan wisata yang dibangun oleh Kementrian PUPR dan dikelola oleh pemda Kabupaten Manggarai Barat, NTT.

Puncak Waringin adalah salah satu aset pemda Mabar yang merupakan salah satu penyumbang PAD (Pendapatan Asli Daerah) bagi kabupaten Manggarai Barat.

Sungguh menurut saya ini hal yang sangat lucu. Sejak kapan KPK memgurusi pengelolaan aset daerah?

Urusan KPK hanyalah pencegahan dan pemberantasan korupsi.

Sepertinya ini hanyalah suatu gerakan dari bupati Manggarai Barat saat ini Edi Endi, untuk meredam penggusuran yang terjadi di hutan produksi Nggorang Bowosie.

Sebagaimana diketahui 2 bupati sebelum Edi Endi telah memperjuangkan kepemilikan lahan hutan produksi Bowosie bagi masyarakat yang sudah puluhan tahun menempati areal tersebut.

Upaya tersebut ternyata dihentikan oleh bupati saat ini, sehingga hal tersebut menyebabkan antipati sebagian masyarakat Mabar terhadap sang Bupati.

Seharusnya Bupati Edi Endi bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat terdampak dan mengajak BPOPLBF untuk bersama-sama memberdayakan mereka.

Paradigma pembangunan yang harus membawa korban dan tangisan masyarakat terdampak sudah harus dirubah.
Pembangunan harus menjadi kambium peningkatan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat terutama masyarakat terdampak.

Jangan jadikan Presiden Jokowi yang giat bekerja untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta mengangkat derajat bangsa di mata Internasional, menjadi terkesan otoriter dikarenakan ketidak-mampuan tangan tangan dibawah beliau.

Bagaimana menurut teman teman?

Salam #warasbernegara, Roedy S Widodo.
#SayaSpartan.

Sumber :

https://m.mediaindonesia.com/humaniora/431120/dirut-bpop-labuan-bajo-jelaskan-soal-polemik-kawasan-hutan-bowosie

https://m.liputan6.com/lifestyle/read/4909008/400-hektare-kawasan-hutan-bowosie-labuan-bajo-dialihfungsikan-jadi-wisata-alam

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220421210353-12-788052/tolak-penggusuran-warga-labuan-bajo-ditangkap-polisi

http://bali.poskota.co.id/2021/04/16/kpk-cium-gelagat-bpoplbf-incar-puncak-waringin

banner 325x300
Penulis: Roedy