Kita pasti pernah membaca di media sosial, atau mendengar dari beberapa sumber tentang keinginan banyak orang agar Anies Baswedan kembali menjadi dosen. Karena dia tidak layak menjadi pemimpin.
Ketika memimpin DKI Jakarta, Jakarta menjadi ‘amburadul’. Normalisasi, atau naturalisasi, sungai tidak jalan. Tapi memang, namanya saja naturalisasi. Artinya, dibiarkan secara natural. Kalau memang banjir, atau airnya meluap, ya, biarkan saja. Natural saja. Akibatnya, Jakarta makin banjir.
Jalan-jalan yang sudah baguspun dibuat berlubang-lubang untuk pembuatan sumur resapan. Dan ada banyak kasus lain. Intinya, Anies gagal menjadi gubernur.
Lalu, muncullah seruan untuk kembali menjadi dosen saja. Bahkan Anies dikatakan lebih pantas sebagai dosen daripada seorang pemimpin.
Helloooo….
Apakah karena dia pintar mengolah kata, terus dikatakan pantas menjadi dosen? Apakah karena dia tidak bisa kerja tapi lebih banyak berbicara lalu dikatakan lebih pantas menjadi dosen? Memangnya dosen itu hanya pintar berkata-kata?
Maaf ya…..
Satu hal yang harus diketahui paling awal tentang dosen adalah, dosen sama dengan guru. Hanya tempat berkaryanya yang berbeda. Dosen berkarya di perguruan tinggi, sementara guru berkarya di sekolah, SD, SMP, SMA/SMK/MA. Jadi, pada dasarnya sama. Karena itu, tugas pertama dan utama seorang dosen adalah menjadi pengajar dan pendidik.
Sebagai pengajar, dosen menjadi pendamping mahasiswa dalam proses knowledge transfer. Dosen tidak menjadi pusat dan pemberi informasi, tetapi dia menjadi pendamping mahasiswa untuk belajar. Karena menjadi pendamping, seorang dosen tidak cukup hanya berkata-kata, tetapi juga memberikan petunjuk dan teladan. Jika tidak memungkinkan, dosen membantu mahasiswa dengan memberikan fasilitas. Misalnya mendatangkan ahli atau memberikan alat yang dapat membantu membantu mahasiswa berkembang dalam ilmu mereka.
Sebagai pendidik, dosen ikut membangun karakter mahasiswa. Membangun karakter mahasiswa tidak cukup dengan memberi petunjuk. Tetapi dosen juga harus menjadi teladan mahasiswa dalam bidang ilmu yang dipelajari. Dan juga dalam penerapan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai pendidik dosen itu juga membangun karakter mahasiswa yang tahan banting, yang mampu menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari-hari mereka.
Tambahan pula, dosen juga melaksanakan apa yang disebut dengan tridarma perguruan tinggi. Yaitu dalam bidang pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
Dalam bidang pendidikan, dosen memberikan pengajaran, mentransfer ilmu dan membantu mahasiswa dalam bidang pendidikan. Sebagai seorang dosen, mereka memiliki qualifikasi untuk mengajar dalam satu bidang saja. Misalnya, saya sebagai dosen bahasa, saya memiliki kualifikasi dalam pengajaran pendidikan bahasa. Saya tidak memiliki kualifikasi untuk mengajarkan bidang lain. Saya tidak bisa mengajar bidang politik atau arsitektur.
Dosen juga menjadi peneliti. Sebagai seorang peneliti, dosen tidak dapat mengeluarkan sebuah statement atau opini yang tidak berbasiskan pada data. Apa yang dia kemukakan haruslah memiliki landasan data atau kebenaran yang valid yang dapat dipertanggungjawabkan. Ketika ada sebuah opini yang masih dalam bentuk asumsi, hal itu tidak dapat langsung dikemukakan. Kecuali dengan memberikan data-data pendukung atau dengan logika yang masuk di akal, atau dapat dipertanggungjawabkan.
Sebagai seorang peneliti, dosen harus menjunjung tinggi nilai kejujuran. Apabila ada kesalahan, dosen harus meminta maaf, dan harus berani mengakui kesalahan. Dan selanjutnya harus berani merevisi atau memperbaiki kesalahan yang sudah dibuat.
Apabila ada teori baru, harus selalu didiskusikan dengan yang lain, dengan meminta pendapat dari ahli lain. Ketika ada teori baru, atau data baru, tetap selalu harus terbuka akan adanya masukan dari pihak lain. Seorang dosen tidak bisa langsung mengeluarkan pendapat ‘air parkir’ atau ‘polusi udara tidak memiliki KTP’. Semua harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan didukung dengan data yang valid. Tidak hanya asal bunyi saja.
Yang terakhir, dosen juga melakukan pengabdian pada masyarakat. Pengabdian disesuaikan dengan bidang keahlian kita. Jika tidak sesuai dengan bidang keahlian, pengabdian kita tidak akan diakui.
Melihat dari apa yang sudah dipaparkan di atas, kita pasti akan dapat menyimpulkan bahwa Anies Baswedan tidak lagi cocok bila menjadi dosen. Ada banyak hal yang bertentangan dengan prinsip kedosenan. Lalu profesi apa yang cocok untuk Anies?
Saya memiliki usul nih. Ada beberapa profesi yang cocok untuk seorang Anies Baswedan. Yang pertama adalah sebagai fotomodel.
Mengapa fotomodel?
Anda semua pasti tahu. Di semua foto yang menampilkan Anies, kita selalu melihat indahnya sebuah foto. Dia terlihat fotogenik. Sudut pengambilan foto juga selalu bagus. Misalnya, saat dia berdiri di dekat gerobak sampah. Dia terlihat sangat natural. Sangat indah.
Meskipun mungkin sebelumnya dia menutup hidung rapat-rapat karena bau sampah, kita tidak tahu. Kita hanya melihat hasilnya yang bagus.
Profesi yang kedua adalah sebagai bintang film. Dia sangat cocok sebagai bintang film. Caranya dia bergaya, sudah seperti artis film. Dengan bahasa Inggrisnya yang cas-cis-cus, dia dapat menjadi bintang film yang hebat.
Dan yang pasti, dalam film dia bisa menjadi Presiden di mana saja. Tidak harus di Indonesia. DIA BISA MENJADI PRESIDEN. Meskipun itu hanya di film, tapi tetap saja itu peran yang penting. Presiden.
Salam sehat Indonesia.