Oleh: Aven Jaman
Di era serbadigital seperti sekarang ini, potensi seseorang melejit tinggi ke udara ketenaran atau pula terhempas keras ke jurang kenistaan itu bisa terjadi dalam hitungan detik. Kedua kutub berseberangan itu bahkan bisa dialami oleh orang yang sama.
Belum reda polemik seputar Tri Swaka dan Zindin Zidane yang tergiring opini oleh publik sebagai pelaku penghinaan terhadap senior mereka di dunia artis Andika Mahesa (kangen Band) dan beberapa artis senior lainnya, kini beredar pula potongan video yang menuai kecaman publik, Anies Basweda curi start kampanye.
Seperti terlihat dalam tangkapan layar berikut, video itu telah dibagikan ke mana-mana dengan narasi yang kurang lebih sama:: Anies Baswedan curi start kampanye.
Bagi publik warganet Indonesia yang rata-rata mendasarkan penilaian akan seseorang atas alasan suka dan tak suka, like and dislike, video Anies ini terang saja menuai kecaman mereka yang tak suka akan Anies. Narasi yang terbangun dalam video itu sendiri memang perlihatkan Anies Baswedan melaunching program Mudik Gratis diramaikan dengan kehadiran pengguna program tersebut dengan memakai kaos Anies Baswedan Presiden 2024.
Masalahnya sekarang adalah apakah benar Anies telah curi start kampanye seperti narasi dalam video itu? Sebagai orang yang tak ingin terjebak dalam pola menilai seseorang atas dasar suka dan tak suka, saya coba menilai video itu dengan kejujuran akademis yang saya miliki. Hasilnya adalah tulisan ini.
Harapan saya, pembaca artikel ini terselamatkan dari penggiringan opini yang menyesatkan lewat video tersebut. Di sini, mohon dicatat dulu bahwa saya termasuk yang tak mengidealkan orang seperti Anies Baswedan sebagai sosok pemimpin baik level kepala daerah maupun apalagi nasional. Dia tak masuk dalam sosok yang saya idamkan.
Jadi, mengapa saya perlu jujur dalam menilai video itu, yang hasilnya nanti Anda semua simak dalam tulisan ini, tak lain hanya hendak ingin mengajak pembaca untuk jujur dan jernih menilainya. Lagi pula sebagai penggagas gerakan #WarasBernegara dalam rupa organsasi SPARTAN Nusantara, saya merasa termotivasi untuk berikan literasi digital berupa tulisan ini.
Awas Bandul Politik!
Karena hendak beri literasi publik, tentu saya tak boleh asal cuap alias mesti punya dasar. Dasarnya pun tak boleh ngasal, mesti yang berkaitan langsung dengan persoalan yang dikaji. Karena persoalannya adalah tentang kampanye, maka UU tentang kampanyelah yang mesti menjadi dasar. Dasar itu tentu saja tak lain dari UU No 7 Thn 2017 atau yang lazim dikenal sebagai UU Pemilu.
Maka, di sana kita akan temukan kalau kampanye sendiri merupakan tahap yang ke-7 dari 11 tahap penyelenggaraan pemilu.
Hal itu terdapat pada pasal 167 sebagaimana terlihat dalam gambar berikut.
Dari dasar UU Pemilu itu, terlihat jelas bahwa seseorang patut disebut curi start atau malah telat start kampanye setelah dia melewati tahap ke 6 (huruf f) dulu. Nah, untuk sampai ke tahap ke 6 saja seseorang masih perlu ikuti 5 tahap sebelumnya. Bagaimana mungkin seseorang disebut berkampanye jika tahap ke-6 saja belum dia penuhi?
Demikianlah, Anies Baswedan harus ditetapkan dulu oleh KPU sebagai capres baru bisa dinilai dia udah curi start atau belum.
Pertanyaannya jelas sekarang. Apakah Anies Baswedan memang telah ditetapkan sebagai calon presiden ataukah dia masih dalam tataran diskursus (wacana) politik sebagai bakal calon presiden?
Jika proses penetapan saja belum, lalu darimana dasarnya bahwa dia telah curi start kampanye pilpres? Jika tak ada dasarnya berarti narasi dalam video itu bertendensi menyesatkan publik. Hal seperti ini tak ubahnya dengan wacana Presiden 3 Periode. Itu semua adalah diskursus politik. Cuma bedanya, di kasus Anies ini tendensius sekali hendak menzaliminya. Jelas saja, penzaliman seperti itu bertabrakan langsung dengan misi kehadiran SPARTAN Nusantara sebagai sebuah organisasi yang hendak beri literasi untuk publik. Hal-hal menyesatkan seperti itu yang hendak diperangi.
Pentingnya Literasi (Digital)
Kenapa kita perlu adil dan jernih dalam menilai? Tak lain karena apa yang dituduhkan ke Anies itu potensial menjadi bandul politik untuknya. Niat pembenci hendak menenggelamkannya, namun karena tak ada dasarnya, maka Anies bisa berbalik menuai simpati. Apalagi publik warganet Indonesia adalah jenis warganet yang mudah iba.
Seseorang yang terzalimi sangat mudah mendapatkan simpati. Anies dengan narasi yang tak berdasar dalam menuduhnya sebagai curi start kampanye sangat mungkin untuk mendapatkan simpati. Lihat nasib Andika Kangen Band sekarang! Karena dizalimi oleh Tri Swaka dan Zindin, job show untuk Andika seketika banjir. Dia diundang di mana-mana baik di channel TV pun channel-channel youtube sejumlah youtuber sukses tanah air.
Maukah kita Anies akan alami bandul politik seperti itu? Karena tak ingin dia bernasib demikian, maka literasi amat diperlukan. Di zaman serba digital yang di awal tadi disinggung bisa dalam kerjapan mata alami nasib untung atau malah sial, maka literasi digital seketika relevan. Kominfo di era Johnny Plate sebagai menterinya sangat sadar akan hal tersebut. Karenanya, di bawah arahannya, kementerian yang satu itu punya satu program andalan yakni penyelenggaran kursus literasi digital gratis bagi publik. Mengapa tak dimanfaatkan?
_______
Aven Jaman, Pegiat Literasi Digital, Pelontar Tagar #WarasBernegara, #SayaSPARTAN