Hari jum’at, bangsa Indonesia mendapat kabar duka, KH Syafi’i Maarif atau yang lebih akrab disebut Buya Syafi’i Maarif telah dipanggil, untuk pulang ke haribaan Sang Maha Kuasa. Mantan ketua PP Muhammadiyah, yang kemudian lebih dikenal sebagai seorang guru bangsa, negarawan yang sangat bijaksana telah meninggalkan kita semua di hari Jum’at, 27 Mei 2022, sekitar pukul 10.15, di usia 86 tahun, setelah dirawat di RS Muhammadiyah, Gamping, Sleman.
Artikel yang hanya 600 kata ini tentunya tidaklah dapat menggambarkan pemikiran dan karya beliau yang sangat dalam dan luas dan sangat bermanfaat untuk bangsa, tetapi minimal artikel ini bisa menjadi pengingat dan tentunya rasa hormat penulis kepada beliau.
Mantan Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah itu dimakamkan di Pemakaman Husnul Khotimah yang terletak di Dusun Donomulyo, Kapanewon Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo selepas waktu Salat Ashar.
Pria yang berasal dari Sumpur Kudus, Sawah Lunto, Sumatra Barat ini mengawali karirnya sebagai seorang guru di Pulau Lombok pada tahun 1957.
Beliau juga tercatat pernah menjadi Dosen Sejarah dan Kebudayaan Universitas Islam Indonesia Yogyakarta pada tahun ajaran 1964-1969. Selain itu, Buya Safii menghabiskan sekitar 27 tahunnya di IKIP Yogyakarta, ia mengampu sejarah Asia Tenggara hingga filsafat sejarah.
Menyelesaikan S1 di Universitas Negeri Jogjakarta, kemudian S2 di Ohio State University dan S3 nya dari University of Chicago, AS
S-3 University of Chicago, Amerika Serikat (1983)
S-2 Ohio State University, Amerika Serikat (1980)
S-1 FKIS, Universitas Negeri Yogyakarta (1968)
Penerima Ramon Magsaysay Award (2008) ini juga pernah menjadi presiden World Conference of Religion for Peace (WCRP).
Beliau juga adalah penerima bintang Mahaputra dari Pemerintah RI sehingga beliau sebenarnya layak untuk dimakamkan di Taman Makam Pahlawan.
Buya Syafii Maarif dulunya merupakan seorang jurnalis yang cukup aktif di Majalah Suara Muhammadiyah. Selain dikenal sebagai sosok yang kritis, ia juga dikenal sebagai tokoh yang menjunjung kebinekaan sebagai pemersatu bangsa.
Bagi pendiri Maarif Institute ini, guna mencapai persatuan nasional, bangsa harus memahami dan menghormati perbedaan.
Pandangan ini dijalankan secara konsisten oleh Buya Syafi’i Maarif didalam menyikapi segala persoalan bangsa.
Beliau tidak pernah condong pada salah satu kubu baik itu pemerintah maupun oposisi tetapi yang beliau perjuangkan secara konsisten adalah kebenaran yang beliau yakini berdasarkan kwalitas mumpuni seorang negarawan.
Kenegarawan beliau secara konsisten ditunjukkan, salah satunya ketika beliau membela Ahok dan menyatakan bahwa Ahok tidak menistakan Islam apabila video rekamannya dilihat secara utuh.
Tentunya hal ini sangatlah bersebrangan dengan pandangan sebagian masyarakat yang menjadi bagian dari gerombolan yang justru memanfaatkan momen tersebut untuk membuat kekacauan.
Presiden Jokowi juga pernah menawarkan jabatan sebagai ketua Wantimpres kepada beliau tetapi beliau menolak.
Buya Syafi’i Maarif juga pernah mengkritik Presiden Jokowi ketika terjadi polemik pegawai KPK yang akan dirubah menjadi ASN.
Beliau mengkritik Presiden yang dinilai kurang tegas menanggapi hal tersebut.
Kesederhanaan Buya Syafi’i Maarif sangat tercermin dalam kehidupan sehari-harinya.
Kebiasaan naik sepeda onthel untuk aktifitas sehari-harinya serta suatu saat tertangkap kamera naik KRL menuju Bogor untuk menghadiri satu acara di Istana bogor, adalah sebagian dari kesederhanaan beliau dalam menjalani kehidupannya.
Selamat jalan Buya, semoga segala teladanmu dapat kami tiru dan kami bersama seluruh elemen bangsa dapat terus menjaga negara ini dengan #warasbernegara, karena #SayaSpartan.
Bagaimana menurut teman-teman.
Salam Spartan, Roedy
Sumber :