Kita tentu tahu kalau Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Partai Nasdem. Kita tentu juga tahu bagaimana Nasdem mengalami gonjang-ganjing sejak mencapreskan Anies Baswedan. Mulai dari hengkangnya kader partai, sampai pada buka-bukaan yang akhirnya menyindir sesama anggota atau mantan anggota partai.
Sejak peristiwa pencapresan itu, saya dan beberapa rekan mulai memperhatikan kisah ini. Kisah Nasdem yang terjun elektabilitasnya terjun bebas tapi tetap santai saja. Kalau partai lain, pasti sudah kebakaran jenggot dan mulai berbenah. Mungkin mulai dengan wacana-wacana yang membuat pencapresan itu menjadi logis dan dapat diterima oleh umum.
Awalnya memang partai Nasdem memang bertindak seperti itu. Mereka mulai mengeluarkan wacana bahwa politik identitas itu tidaklah selamanya buruk. Karena memang identitas orang Indonesia itu bermacam-macam. Dan itu adalah hal wajar menonjolkan identitas mereka sebagai orang Jawa, Sunda, Batak, Papua dan lain-lainnya. Karena memang mereka masih Indonesia.
Tetapi lama-kelamaan, gaungnya mulai meredup. Dan bahkan sekarang seakan-akan mereka mulai beranggapan “Emang gue pikirin.” Dan pencapresan Anies Baswedan juga tidak dicabut. Dengan kata lain, mereka tetap mencalonkan Anies Baswedan.
Apakah mereka sedang bunuh diri?
Saya dan teman-teman malah melihat sesuatu yang lain dari peristiwa ini. Kami melihat bahwa partai Nasdem tidak sedang bunuh diri, tapi ada kemungkinan lain. Mereka berusaha menjadikan partai Nasdem sebagai martir. Martir untuk menyelamatkan Indonesia dari seorang Anies Baswedan.
Apakah memang Anies itu seorang yang berbahaya? Kalau ingin lebih jelas, silahkan membuka artikel saya yang berjudul “Mengapa Kita Harus Memilih Anies Baswedan?”
Mengapa kami berpikiran seperti itu? Ada beberapa alasan yang muncul.
- Nasdem Tidak Bisa Mengusung Capres Sendiri
Presidential Threshold (PT) kita adalah 20% dan itu sudah ditetapkan sejak dahulu. Bahkan sebelum Jokowi menjadi Presiden. Karena PT itu, partai Nasdem tidak bisa mencalonkan presiden sendiri. Mereka harus berkoalisi dengan partai lain. Dan selama ini, parpol yang diisukan akan digandeng oleh mereka adalah PKS dan Demokrat. Dengan koalisi 3 parpol itu, mereka dapat mengajukan capres dari koalisi mereka. Karena itu, santer diberitakan bahwa Nasdem akan menggandeng PKS dan Demokrat untuk berkoalisi dan mencalonkan calon presiden mereka.
- Koalisi Belum Berhasil
Kabar terakhir, deklarasi koalisi 3 partai itu akan diadakan pada tanggal 10 November 2022 yang lalu. Tapi ternyata deklarasi tersebut gagal. Ada beberapa masalah yang terjadi di internal ketiga partai tersebut. Namun dugaan saya dan teman-teman, deklarasi ini gagal karena salah satu partai tidak mau ikut karena persyaratannya tidak terpenuhi. Sebut saja partai Demokrat. Mereka tentu saja tidak mau ketua umum mereka tidak menjadi cawapres Anies. Sementara itu, PKS juga mencalonkan Ahmad Heryawan (Aher) sebagai cawapres Anies.
Lalu, mengapa Nasdem membiarkan hal itu terjadi? Bahkan Nasdem terkesan biasa-biasa saja. Terkesan santai.
- Membiarkan Anies Memilih Cawapres Sendiri
Ada pertanyaan yang menggelitik saya dan teman-teman. Mengapa Nasdem membiarkan Anies memilih cawapres sendiri? Bukankah Nasdem tidak bisa mengajukan capres dan cawapres sendiri? Bukankah mereka harus berkoalisi dengan partai lain untuk mengajukan capres cawapres? Dan ketika mengajukan capres dan cawapres, bukankah calon mereka harus disetujui oleh parpol koalisi? Lalu mengapa membiarkan Anies memilih cawapres sendiri?
Misalnya, Anies memilih Aher, bagaimana dengan Demokrat? Relakah mereka kalau mereka hanya menjadi penggembira? Bagaimana nasib Ketua Umum mereka? Demikian pula sebaliknya. Jika AHY dipilih Anies sebagai cawapres, relakah PKS?
Kemungkinan lain adalah membiarkan Anies memilih cawapres dari luar parpol dan harus disetujui oleh parpol koalisi. Pertanyaannya, relakah parpol koalisi jika tidak ada kader mereka yang menjadi cawapres Anies?
Di sini saya dan teman-teman melihat, Nasdem seakan menyandera Anies. Anies hanya dibiarkan sebagai pajangan capres mereka dan dibiarkan sampai batas waktu pendaftaran capres berakhir. Ketika hal itu terjadi, pencapresan Aniespun hanya menjadi berita penghias hingar bingar politik Indonesia.
- Jokowi Tetap Presiden Bagi Nasdem
Alasan terbaru, bukan terakhir, karena sebetulnya masih ada alasan yang lain. Tapi yang terbaru adalah apa yang disampaikan oleh Surya Paloh di ulang tahun Partai Nasdem. Bagi partai Nasdem, Jokowi tetaplah Presiden dari partai Nasdem.
Ada yang mengatakan bahwa ungkapan Surya Paloh itu sebagai bentuk upaya mengambil hati Jokowi setelah dia dicueki di acara Partai Golkar.
Tapi bagi saya dan teman-teman, pernyataan Surya Paloh ini sebagai ungkapan bahwa mereka adalah bawahan Jokowi. Mereka akan selalu menuruti perintah Presiden yang mereka calonkan dan mereka pilih.
Dengan kata lain, mereka akan menjalankan amanat Jokowi untuk ‘hati-hati dalam memilih capres.’ Dan inilah bentuk kehati-hatian Partai Nasdem, mencalonkan Anies Baswedan.
Kita lupa, bahwa Surya Paloh ini juga seorang nasionalis sejati. Mungkin memang ada kepentingan di balik itu. Tetapi dengan mencalonkan Anies sebagai capres dari Nasdem, otomatis tidak akan ada partai lain yang mengusung Anies kecuali mereka harus berkoalisi dengan Nasdem. Parta-partai nasionalis lain tidak ada yang mau mengusung Anies. Tinggal PKS dan Demokrat. Dan kita tahu bahwa deklarasi mereka gagal.
Dengan gagalnya deklarasi itu, nasib Anies akan tidak jelas. Memang, dia dicalonkan dari Nasdem. Tetapi karena tidak memenuhi PT 20%, maka dia hanya menjadi calon yang tidak akan pernah didaftarkan. Dan ketika pendaftaran berakhir, 25 November 2022, dan Anies belum didaftarkan, dia tidak akan pernah menjadi calon Presiden tahun 2024. Dan kita bisa mengucapkan ‘Selamat Tinggal Anies’ dan Anies akan menjadi ‘gelandangan politik’ karena dia bukan kader dari partai manapun.
Lalu bagaimana nasib Nasdem? Masih ada 1 tahun untuk berbenah. Dalam waktu 1 tahun itu, mereka dapat mengejar lagi elektabilitas mereka.
Apakah itu yang terjadi? Kita tunggu saja sambil ngemil.
Salam sehat Indonesia
Sumber: