banner 728x250

Catat! Jokowi ke Ukraina Selamatkan RI dari Bola Panas

Tak semua orang paham geopolitik global. Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Russia bisa disalahpahami. Tulisan ini coba meliterasi publik untuk melek makna penting kunjungan tersebut.

Jokowi ke Ukraina, akan ketemu Zelensky dan Putin
Jokowi ke Ukraina bukan sekadar kunjungan protokoler kenegaraan, ada misi selamatkan Indonesia di sana.
banner 120x600
banner 468x60

Sepekan terakhir medsos tanah air riuh dibanjiri postingan berisi doa untuk Presiden Jokowi. Alih-alih protes atas jebloknya harga sawit tanah air yang berbanding terbalik dengan harga cabe, warganet malah mendoakan keselamatan presidennya. Media-media mainstream juga tak ketinggalan. Semua pada latah ramai-ramai beritakan Jokowi ke Ukraina dan Rusia sehabis gelaran KTT G7, Jerman.

Jokowi ke Ukraina dan Russia Bukan Kunjungan Biasa

Bagi yang tak paham makna terdalam arti kunjungan tersebut, bisa saja menduga bahwa Jokowi sedang cari panggung. Sedang berkecamuk perang di sana kok nekat. Padahal, pemimpin-pemimpin yang lain, sehabis KTT G7 sudah pada balik ke tanah air masing-masing. Jokowi kok malah menantang maut?

banner 325x300

Benarkah sedang sok hebat beliaunya? Catat, yang beliau lakukan justru sedang selamatkan Indonesia dari pelecehan dunia. Jadi, kunjungan itu merupakan hal yang wajib, bahkan bukan sekadar kunjungan protokoler kenegaraan.

Kunjungan itu juga bukan karena Jokowi berteman baik dengan Zelensky maupun Putin. Tapi meski kunjungan itu adalah sebuah kewajiban kepala negara Indonesia, belum tentu juga akan dilakukan oleh Soeharto pun SBY meski keduanya berlatar belakang militer.  Mengapa?

Yang dilakukan Presiden Jokowi adalah buah dari kesadaran seorang negarawan sejati. Artinya, kunjungan Jokowi ke Ukraina adalah langkah berani dari seorang pemimpin yang berjiwa negarawan. Sebagai negarawan, Jokowi tahu apa yang mesti dilakukan untuk menegakkan wibawa negara Indonesia di hadapan sorotan internasional.

Mari mengulik lebih jauh!

KTT G20 adalah Beban tapi Juga Rezeki untuk Indonesia

Untuk bisa paham mengapa langkah Jokowi belum tentu dilakukan oleh SBY ataupun Soeharto, Anda harus pandai membaca peta geopolitik global.

Maka akan Anda temukan bahwa Presidensi G20 yang sedang disandang Indonesia sekarang menjadi beban. Saat tanggung jawab itu diberikan kemarin ke Jokowi, euforia melanda kita. Saat itu krisis Ukraina vs Russia belum pecah. Wajar kalau kita sambut antusias.

Sekarang beda ceritanya. Peta geopolitik perlihatkan seolah bola panas pertarungan dua kekuatan utama dunia di Ukraina sana hendak dialihkan di Indonesia. Perang di sana pun seketika jadi beban untuk Indonesia.

Bagaimana bisa begitu?

Perang di Ukraina itu bukan melulu soal politik, di sana motif ekonominya lebih mengental. Yang lucu tapi bikin miris, bahkan perang di Ukraina ini sampai meracuni sportifitas dunia sepakbola.

Dunia sepakbola saja terpengaruh, apalagi forum dari sebuah kerjasama ekonomi. Padahal, ekonomi dan politik kita tahu sebagai 2 sisi mata uang. Buat amankan agenda ekonomi, butuh kebijakan politik. Sebaliknya demi stabilitas politik, dukungan kebijakan ekonomi itu wajib.

Negara-negara di Timur Tengah yang luluh lantak akibat perang emangnya benar-benar hanya motif politik? Justru muatan agenda ekonominya kental di sana.

So?

KTT G20 itu memang kerja sama ekonomi. Tapi dari sana bisa lahir keputusan-keputusan politik demi perwujudan kerja sama ekonomi lebih lanjut. Kita tak usah berlagak bego bahwa seolah ekonomi tak punya kaitannya sama politik, demikian sebaliknya. Lebih-lebih telah ada krisis politik di antara anggota forum yang sepakat hendak bekerja sama secara ekonom di situ.

Jokowi tiba di Moskow
Jokowi tiba di Moskow hari ini, Kamis, 30/6. (Dok. CNN Indonesia)

Jokowi Selamatkan Indonesia

Di titik seperti sekarang inilah pentingnya publik memahami kajian geopolitk, geostrategi, geoeknomi global sehingga bisa menilai dengan baik apakah kita sebagai negara sedang ada di jalurnya yang aman atau tidak di hadapan agenda kepentingan penguasa global.

Sebagai tuan rumah KTT G20 Oktober nanti, kita memang berlaku wajar saja dengan sebar undangan kepada 20 negara peserta. Datang atau tidak, itu terserah yang diundang.

Masalahnya, KTT G20 tahun ini digelar di tengah krisis perang di Ukraina sana. Salah satu kubu tak hadir (di sini Ukraina diwakili oleh negara-negara anggota NATO), maka akan mudah digoreng sebagai pro kubu yang lain. Putin hadir buat hargai undangan kita, tapi anggota NATO jadinya mogok tak mau datang, kita akan mudah juga dituduh sebagai berkubu ke Russia.

Sisi lain, jika kita mengiyakan tuntutan negara-negara anggota NATO dengan melarang Putin hadir, kita juga akan dinilai pro NATO.

Padahal jelas-jelas konstitusi dasar negara kita mengamanatkan bahwa kita menganut politik luar negeri yang bebas dan aktif, serta ikut menjaga ketertiban dunia.

Apakah amanat itu masih terwujud apabila sebagai tuan rumah KTT G20 tahun ini, kita tak mampu hadirkan semua negara peserta?

Namun, semua akan sirna beban itu apabila beberapa bulan sebelum KTT G20 digelar, Jokowi sempatkan diri ke Ukraina, ketemu Zelensky. Hari ini (Kamis, 30/6), agendanya ketemu Putin di Rusia. Terhadap keduanya, Jokowi berlaku sama: hangat.

Jika kedua kepala negara yang lagi bertikai itu bisa dirangkulnya, tak ada alasan bagi Amerika dan NATOnya untuk menekan dan mengancam-ngancam. Jokowi buktikan bahwa Indonesia itu netral, tegak lurus mengamalkan amanat konsititusi dasarnya yang berpolitik bebas dan aktif di kancah global.

Sampai sini, semoga yang sinis memandang kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Russia pada sadar bahwa justru muka kitalah yang sedang diselamatkan Jokowi oleh kunjungannya ke dua negara tersebut. Amin.(*)

___

Saya Aven, pegiat literasi, pelontar tagar #WarasBernegara dan #SayaSPARTAN

banner 325x300