Hancurkan Ganjar demi Selamatkan Demokrasi?

Ini bukan akibat perang perebutan lumbung suara, kan?

Hancurkan Ganjar
Hancurkan Ganjar, Misi Selamatkan Demokrasi

Netijen Indonesia sudah saatnya naik kelas. Baca judul “Hancurkan Ganjar, demi Selamatkan Demokrasi” di atas mesti simak alasannya dalam artikel ini. Main sambar saja bereaksi atas judul hendaknya tidak berlaku lagi. Jadi, mari temukan alasan pemilihan judul di atas pada analisa berikut.

Anda semua seharusnya sadar bahwa mulai tahun ini hingga 2024, mayoritas pemerintahan daerah akan dipegang oleh PLT. Semua itu merupakan imbas dari amanat UU Pemilu yang mensyaratkan supaya pemilu 2024 mendatang dibuat serentak. Maka, pemprov/pemkab/kot yang kepala daerahnya purna tugas wajib untuk menunggu 2024 untuk dapatkan kepala daerah baru.

Apabila menilik kondisi ini, maka PDIP sudah barang tentu jadi penguasa pada hampir seluruh daerah di seluruh Indonesia. Mengapa? Harus dicatat bahwa penunjukan PLT Kepala daerah di daerah-daerah yang telah purna tugas kepalanya merupakan wewenang Kemendagri. Sedang bukan rahasia lagi bahwa Kemendagri adalah kementerian yang merupakan jatah untuk PDIP dalam pemerintahan Jokowi selama ini.

Menteri sekarang memang dari unsur profesional yakni Tito Karnavian, namun bila tanpa restu Ketum PDIP, Tito tak bakal mengisi jabatan tersebut kemarin.

PDIP di Atas Kertas Kuasai Panggung Kompetisi

Jadi, mari berasumsi bahwa Tito bekerja demi tunaikan bakti untuk negeri atas petunjuk PDIP. Dilandasi asumsi tersebut maka peluang penempatan orang-orang yang direstui PDIP untuk jadi Plt kepala daerah pun terbuka lebar. 

Itu apa artinya? Tentu saja, jika asumsi ini benar, maka Plt semuanya adalah “orang PDIP” walau mereka datang dari unsur profesional.

Hancurkan Ganjar
Mampukah Ganjar mengimbangi pesona integritas seorang Jokowi?

Asumsi ini masih pula perlu disimak bersama fakta gandengannya bahwa satu-satunya partai saat ini yang bisa usung calon presiden dan wakil presiden tanpa berkoalisi dengan partai lain adalah PDIP. UU Pilpres No 7 tahun 2017 mengamanatkan bahwa yang berhak usung calon presiden dan wakil presiden adalah partai yang memperoleh 20% kursi parlemen. Selain, “… pada pemilu sebelumnya berhasil meraup 20% suara sah nasional. “

Nah, PDIP adalah partai yang ketiban untung atas gagal tresholdnya beberapa partai masuk ke parlemen. Untuk masuk ke parlemen, sebuah partai harus setidaknya peroleh suara 4%. Partai PSI antara lain merupakan partai yang tak lolos. Akibat ketaklolosan tersebut otomatis komposisi perolehan kursi di DPR menguntungkan PDIP.

Menurut catatan Wikipedia, dengan adanya syarat bahwa partai mesti peroleh 20% kursi parlemen, PDIP otomatis memenuhi syarat untuk calonkan presiden tanpa berkoalisi. Karena dari hasil pemilu kemarin, perolehan kursi di DPR total mencapai 575 kursi. Dari 575 ini, 128 kursi adalah milik PDIP atau 22,26%.

Nah, fakta tersebut bila digandeng dengan asumsi tadi terang saja ada kekuatiran kalau PDIP bakal jadi partai penguasa mutlak satu negeri ini nantinya. Sampai di sini mudah-mudahan sudah mulai nangkap rasionalitas analisa dalam tulisan ini.

Potensi PDIP bisa menang mutlak pada pemilu nanti sudah bisa diraba tentunya. Tinggal PDIP calonkan kader potensial, ditambah mesin pemilu sudah dipegang di tangan lewat para PLT, rasanya sulit untuk kalah.

Hancurkan Ganjar, Misi Gagalkan PDIP Berkuasa Sendirian

Yang jadi masalah adalah bila kemenangan itu merupakan kemenangan mutlak. Menang mutlak artinya perolehan suara nasional, PDIP jauh mengungguli partai lain. Sebab, bila itu yang terjadi maka baik di parlemen pun pos eksekutif, seluruhnya dipegang PDIP.

Kekuasaan yang dipegang oleh satu partai pemenang mayoritas mutlak dalam sejarah selalu membawa dampak buruk untuk negerinya. Itu terjadi karena tak ada kekuatan tandingan di level penentuan keputusan untuk kebijakan publik. 

Saya rasa, atas dasar kekuatiran akan suksesnya PDIP jadi pemenang mutlak Pemilu nanti itulah mengapa sempat ramai kemarin wacana Presiden 3 Periode. Mengapa? Karena kalau sampai itu diputuskan, itu artinya diputuskan lewat amandemen UU Presiden. Jika peluang amandemen terbuka, otomatis ada pintu bagi partai-partai kompetitor untuk ambil posisi aman sebagai mitra tanding PDIP nanti. 

Berhubung gagasan itu kemarin mentok seiring keluarnya pernyataan Joko Widodo yang tidak mau menjabat 3 periode, perlu cara lain. Cara apa yang efektif kira-kira? Ini contohnya:

Hemat saya, pesaing PDIP kini bermain di banyak kaki. Mereka sebar double agent mereka untuk benturkan kader PDIP. Kisruh pro dan kontra Ganjar di level kader PDIP adalah buah dari itu. Jadi, meskipun benar ada kompetisi di internal PDIP tentang siapa kader yang akan diusung partai, pro dan kontra atas kadernya yang sepotensial Ganjar ada kemungkinan merupakan hasil skenario para penghadang PDIP jadi pemenang mutlak pemilu 2024.

Ya, hancurkan Ganjar adalah misi terselubung untuk menjegal PDIP jadi berkuasa sendirian pada 2024 nanti. Sampai sini, sudah ketemu belum alasan pemilihan judul tulisan di atas? Terim kasih.

Salam waras bernegara

Saya Aven Jaman, pegiat literasi media, pelontar tagar #WarasBernegara, #SayaSPARTAN

____
Disclaimer Penulis:
Baca kelanjutan topik ini di sini: https://www.spartannusantara.id/indonesia-bubar-2024-pemilu-terakhir-kalinya-merah-putih/

Di ujung artikel kedua nanti temukan motif kami menulis hal ini.