Baru sekitar 10 menit saya posting tulisan yang berjudul ” Mungkinkah Indonesia Bebas Dari Korupsi”, ada belasan sahabat yang japri ke wa saya dan sebagian besar mengatakan tidak mungkin.
Ada juga yang bicara ” emangnya bisa ” , dengan tanda tanya yang banyaaaak berjejer.
Ada juga yang berpendapat bisa kalau Indonesia bisa copas hukuman seperti Tiongkok .
Jelas nggak mungkin karena Presiden di negara demokrasi seperti Indonesia tidak mempunyai kekuasaan seperti Presiden di Tiongkok yang hanya punya satu partai politik saja.
Sebagai insan yang puluhan tahun berada pada lingkungan kesehatan, saya membayangkan kondisi korupsi di Indonesia ini seperti kanker stadium 4.
Sel kankernya sudah metastase (menyebar) kemana-mana, ke seluruh bagian tubuh.
Kalau pasien kanker stadium 4, biasanya hanya dilakukan paliatif therapi saja, walaupun saat ini ada beberapa jenis kanker yang sudah bisa disembuhkan, tetapi untuk korupsi tentunya kita harus tidak menyerah begitu saja.
Tindakan yang harus dilakukan pastinya bukanlah tindakan yang biasa saja (as usual), tetapi tindakan yang cukup radikal dan harus konsisten.
Inilah hal-hal yang menurut saya akan bisa minimal bisa mengurangi korupsi.
1. Pembentukan karakter.
Korupsi adalah perbuatan yang hanya bisa dilakukan oleh orang yang mempunyai karakter buruk. Siapapun koruptornya, setinggi apapun pendidikannya, apabila dia melakukan korupsi maka jelas dia mempunyai karakter yang bermasalah.
Pembentukan karakter tentunya harus dijalankan dengan benar, bukan hanya dengan spanduk dan baliho seperti jaman mbak Puan jadi Menko PMK.
Saya suka sekali mengambil contoh Jepang dan juga sekarang ini Finlandia.
Kita ambil contoh Jepang.
Sejak jaman Restorasi Meiji, Jepang sudah merumuskan pendidikan karakter yang dimulai sejak anak duduk di sekolah dasar.
Pelajaran teori yang menyangkut pendidikan karakter hanya diberikan satu jam pelajaran seminggu tetapi prakteknya dilakukan setiap hari.
Pendidikan karakter dirumuskan dalam aktifitas harian anak-anak.
Pada saat awal dulu, filosofi yang menjadi dasar adalah Bushido.
Nilai-nilai dalam etika bushido yaitu kejujuran dan keadilan, keberanian, kebajikan, kesopansantunan, kesungguhan, kehormatan, kesetiaan, pengendalian diri dan tangggung jawab.
Nilai nilai yang terkandung dalam filosofi Bushido ini dirumuskan secara baik dan diajarkan dengan lebih banyak praktek kepada seluruh anak didik di Jepang.
Didalam perkembangannya kemudian mereka merumuskan apa yang disebut doutoku-kyouiku.
Doutoku-kyouiku ialah pembelajaran moral yang diberikan melalui sekolah, mulai dari jenjang SD hingga setingkat SMA. Melalui doutoku-kyoiku ini lah tercipta karakter bangsa Jepang yang kita kenal sebagai bangsa yang khas dengan karakter disiplin, ulet, jujur, pekerja keras, bertoleransi tinggi, dan sebagainya.
Doutoku-kyoiku ini diintegrasikan ke dalam kurikulum pendidikan dan tak terpisahkan dalam mata pelajaran. Berbeda dengan di Indonesia, pendidikan moral ini diajarkan tidak hanya sebatas teori saja, melainkan direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari.
doutoku-kyoiku secara rinci dibagi menjadi empat aspek, sebagai berikut:
Yang pertama regarding self, meliputi: moderation (pengerjaan mandiri), diligence (bekerja keras secara mandiri), courage (pengejaan sesuatu secara benar dengan keberanian), sincerity (bekerja dengan ketulusan), freedom and order (nilai kebebasan dan kedisiplinan), self-improvement (pemahaman terhadap diri sendiri), love for truth (mencintai dan mencari kebenaran).
Yang ke dua yaitu relation to others, meliputi: courtesy (pemahaman terhadap tata sopan santun), consideration and kindness (memperhatikan kepentingan orang lain, baik hati, dan empati), friendship (memahami, dan menolong orang lain), thank and tespect (menghargai dan menghormati orang-orang yang telah berjasa kepada kita), modesty (menghargai orang lain yang berbeda ide dan status).
Yang ketiga adalah relation to the nature and the sublime, meliputi: respect for nature (mengenal dan cinta alam), respect for life (menghargai kehidupan dan makhluk hidup), sesthetic sensitivity (memiliki sensitivitas estetika dan perasaan), nobility (mempercayai kekuatan serta menemukan kebahagiaan sebagai manusia).
Dan yang ke empat relation to group and society, meliputi: public duty (menjaga janji dan menjalankan kewajiban dalam masyarakat), justice (jujur dan tak berpihak tanpa diskriminasi, prejudice dan keadilan), group participation and responsibility (keinginan untuk berpartisipasi sebagai grup, menyadari perannya dengan bekerja sama), industry (memahami makna bekerja keras, dan keinginan untuk bekerja), respect for family members (mencintai dan menghormati guru dan orang di sekolah/kampus), contribution to society (menyadari kedudukannya dalam masyarakat setempat), respect for tradition and love of nation (tertarik kepada budaya dan tradisi bangsa, mencintai bangsa), respect for other culture (menghargai budaya asing dan manusianya).
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara konsisten oleh Pemerintah Jepang, kita bisa melihat bagaimana karakter bangsa Jepang saat ini.
Indonesia sendiri punya filosofi yang tidak kalah bagus, yang sudah menjadi dasar negara kita yaitu Pancasila.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila seharusnya digali dan dirumuskan dalam konsep pembelajaran yang berjenjang dan berkelanjutan sehingga bisa membentuk karakter unggul bangsa Indonesia.
Presiden Jokowi bahkan Presiden Soekarno sudah menyadari pentingnya pendidikan karakter.
Tetapi semuanya sampai hari ini hanya baru sebatas slogan, omongan dan spanduk.
Pendidikan karakter bukanlah hal yang instant. Perlu konsep yang jelas dan konsisten serta persisten.
Karakter yang baik dari suatu bangsa akan membuat bangsa tersebut bisa memenangkan banyak persaingan di dunia yang kompetitif ini.
Bila kita mau berubah menjadi baik maka pendidikan Karakter harus menjadi program nasional yang diawasi langsung oleh Presiden.
2.Hukuman yang tepat dan setimpal.
Sila ke 2 Pancasila juga menyatakan soal keadilan artinya ada hukuman yang setimpal bagi para pelaku kejahatan termasuk koruptor.
Secara pribadi saya berpendapat hukuman pemiskinan bagi koruptor dan keluarganya akan lebih efektif diterapkan di Indonesia dibandingkan dengan hukuman mati.
Hukuman yang efektif tidak hanya soal putusan hukum tetapi juga pelaksanaan hukuman di lapas, yang harus mencerminkan hukuman, bukan pesiar, dan ini pastinya memerlukan para petugas yang berintegritas.
Hukuman untuk para petugas yang melakukan korupsi dan membantu koruptor baik di pengadilan ataupun di lapas, harus dibuat berat.
Bagaimana menurut teman-teman?
Salam Spartan, Roedy.
#Warasbernegara.
#SayaSpartan.
Sumber :
https://www.researchgate.net/publication/331434969_MODEL_PENDIDIKAN_KARAKTER_DALAM_MASYARAKAT_JEPANG