banner 728x250

Hari Buruh dan Nasibmu Kalau Kebanyakan Demo

banner 120x600
banner 468x60

Oleh: Susyheryawan*)

May day atau Hari Buruh yang diperingati setiap tanggal 1 Mei, biasanya diwarnai dengan demonstrasi. Entah apa urgensinya dengan aksi jalanan yang seolah ritual wajib itu. apakah itu menambah skill pekerja atau buruh? Tentu saja tidak.

banner 325x300

Tema demo atau aksi juga tidak berubah, mengenai tuntutan UMR. Tanpa ada kenaikan keahlian dan juga ketrampilan. Seumur-umur menjadi buruh saja. Padahal, jauh lebih penting adalah meningkatkan kemampuan, ketrampilan, dan juga jiwa wirausaha misalnya.

Mengapa tidak pernah terjadi?

Pertama, serikat pekerja apapun namanya hanya menjadialat politik dan kepentingan dari elit atau pengurusnya. Lihat saja bagaimana perilaku elit hanya memperalat buruh.

Kedua, mencari aman, dengan uang gaji, mereka sudah dalam zona nyaman, enggan untuk mencari tantangan baru, termasuk untuk mengembangkan diri.

Ketiga, budaya dan kebiasaan negeri ini memang lebih cenderung menjadi pekerja, bukan pengusaha. Pengusaha saja mentalnya masih juga mencari fee makelaran, bukan     keuntungan sebagai pebisnis.

Keempat, elit suka dengan buruh yang manut, di dalam kendali, sehingga tidak susah. Asyik demo asal tidak mengusik kepentingan mereka, silakan saja. Ini tentu sudah dipahami dengan baik antara pengusaha dan serikat pekerja.

Kondisi demikian, membuat buruh itu hanya sebatas alat dan  obyek bagi kepentingan. Pengusaha juga tidak memiliki ikatan emosional, sehingga dengan gampang memindahkan usahanya karena mencari yang   lebih kompetitif.

Dampak yang sangat parah, jika perusahaan pindah, malah PHK, bukannya naik upahnya. Miris, karena domina demikian yang terjadi. Padahal  kinerja buruh belum tentu optimal dengan gaji yang mereka terima.

Padahal sisi ini seharusnya yang dibangun, sehingga buruh tidak akan selamanya menjadi buruh. Peningkatan kemampuan, ketrampilan, pengetahuan itu sangat penting. Apakah ini terpikirkan oleh buruh atau federasi? Sama sekali belum pernah mendengar.

Jika mereka memiliki kemampuan lain, bisa saja waktu senggang mereka gunakan untuk  menambah penghasilan. Hal positif bukan dari hanya sekadar demo, apalagi kalau rusuh.

Apa sih yang didapat dari demonstrasi? Itu hanya sebuah eforia karena berpuluh-puluh tahun pada masa lalu buruh dibungkam. Kini beralih pada ekstrem lain, berbicara, bersuara, dan berpendapat, namun tidak memiliki makna yang hakiki.

Tuntutan yang hanya itu-itu saja. Padahal sangat mungkin itu menjadi bumerang dan malah kehilangan pekerjaan karena pengusaha pindah atau malah bangkrut. Apa manfaatnya jika demikian?

Mengeluarkan pendapat itu bukan sebuah prestasi di tengah alam demokrasi Indonesia hari-hari ini.  malah sia-sia sebenarnya, karena kalah dengan tekanan media sosial dan viral dari pada demonstrasi.

Merugikan diri dan khalayak ramai, karena macet, bising, potensi merusak dan mencelakai diri dan orang lain pun besar.  Selalu terulang juga hl-hal yang demikian terus. Lha untuk apa ada serikat, federasi, dan organisasi kalau hanya ujung-ujungnya demo.  Aneh.

Seharusnya, pengusaha dan buruh itu mitra. Pengusaha tidak akan mendapatkan keuntungan tanpa adanya pekerja. Pun sebaliknya, pekerja tanpa adanya perusahaan tidak akan dapat penghiudpan dan gaji.  Jika ada saling kesadaran demikian, relasinya akan baik, dan saling menguntungkan.

Masalah dibicarakan baik-baik, bukan malah aksi yang bisa membuat anarkhi dan berujung pemindahan modal  ke tempat lain.  Bicara bukan   teriak-teriak.

Peringatan Hari Buruh itu seharusnya adalah waktu untuk mewujudkan buruh sejahtera. Wujud sejahtera itu bukan hanya upah layak atau tinggi, namun hidup dengan tenteram, bahagia, dan tercukupi kebutuhannya dengan layak.

Pilihan aksi, demonstrasi, teriak, dan kadang tidak jarang merusak itu gambaran orang frustasi. Belum lagi jika diprovokasi untuk pokoknya demo. Seolah demonstrasi adalah alat satu-satunya.  Padahal jelas tidak, kecuali ada elit yang mau menunggangi kegiatan tersebut.

Lihat saja bagaimana gaya hidup buruh sekarang. Lumayan layak dan bisa hidup dengan wajar kog. Jika mau kaya raya, ya jangan jadi buruh, namun jadikan diri sebagai pengusaha. Pola pikir ini sangat penting, sehingga tidak dimanfaatkan oleh kepentingan politik praktis segelintir orang.

Jauh lebih baik dan menyenangkan jika adanya saling menghargai bukan malah saling mencurigai dan asumsi buruk satu sama lain.  Wajar masih   perlu waktu untuk belajar berdemokrasi yang sehat dan waras.

Selamat Hari Buruh, saatnya berdaya bukan diperdayai oleh serikat atau federasi atas nama buruh.

_____
*)Susyheryawan, pegiat literasi, pendukung tagar #WarasBernegara, #SayaSPARTAN

 

banner 325x300