banner 728x250

Jika Urusan Diserahkan Bukan Pada Ahlinya, Hancurlah

Ini Benar. Saya mengalaminya. Hancur dan tinggal penyesalan.

banner 120x600
banner 468x60

Kita sering mendengar hal itu, ungkapan seperti itu. ‘Jika suatu urusan diserahkan bukan pada ahlinya, maka tinggal menunggu kehancurannya.’

Kita sering mendengar ungkapan itu. Bahkan kita paham arti kalimat itu. Tetapi kita kadang tidak melupakannya. Atau bahkan mengabaikannya.

banner 325x300

Kita kadang memberikan suatu pekerjaan atau hal lain bukan kepada ahlinya. Entah karena faktor pertemanan, faktor sudah lama kenal. Atau karena kita kasihan sehingga kita memberikan pekerjaan itu pada orang yang bukan ahlinya.

Hal ini juga saya alami. Memberikan pekerjaan pada orang yang bukan ahlinya. Dan hancurlah semuanya. Tinggal kesedihan dan penyesalan.

Ceritanya begini.

Semenjak awal pandemi, sejak saya dievakuasi dari Wuhan, saya mulai menggarap tanah RT di sebelah rumah. Tanah itu seharusnya dijadikan lahan hijau. Tepatnya taman. Tetapi taman itu menjadi lahan bagi anak-anak untuk menerabas jalan. Akibatnya, rumput-rumputnya mati. Dan tamannya menjadi tandus.

Sayapun tergerak untuk menanami lahan itu. Awalnya saya tanami singkong. Karena saya tahu, singkong dapat hidup di lahan yang sedikit tandus dan tidak banyak airnya. Dan itu lumayan berhasil. Tanah menjadi sedikit gembur.

Saya kemudian bersama Ibu RT menggerakkan warga untuk bersama-sama menanami lahan kosong itu. Wargapun antusias, terutama ibu-ibu. Mereka menanami lahan itu dengan tanaman-tanaman obat.

Untuk penyiramannya, kami menggunakan air yang diambil dari sumur saya. Karena memang rumah saya paling dekat dengan taman, dan juga karena itu ide saya dan Ibu RT.

Tetapi karena luasnya lahan, akhirnya saya membuat sumur untuk penyiraman tanaman di lahan RT itu. Biayanya lumayan mahal. Tetapi itu sepadan karena sumur bisa dipakai selamanya. Asalkan tidak mengering.

Hari berganti hari. Ternyata tidak ada yang membantu menyirami tanaman. Ibu-ibu yang awalnya antusias, ternyata hanya bergerak di awal. Setelah itu tidak pernah membantu menyiram sama sekali. Akhirnya, saya dan Ibu RT yang menyiram. Dibantu oleh beberapa orang bapak yang peduli.

Tanaman makin bertambah besar. Akhirnya, kami mempekerjakan 1 orang lagi untuk mengurus taman. Pekerjaannya khusus mengurus taman dan tanaman di seluruh RT.

Berkat tangan dinginnya, tanaman-tanaman semakin tumbuh subur. Lahan RT menjadi hijau dan bisa dipakai untuk berfoto-foto. Tanaman obat dan sayuran tumbuh subur.

Kalau saya pingin bikin sayur, tinggal petik di taman. Pingin buat gulai? Beberapa bumbunya bisa dipetik di taman. Ada sereh. Ada pohon kare. Ada jeruk nipis. Lumayan lengkap.

Sore hari, kalau sedang penat, saya sering ke taman dan memandangi tanaman-tanaman. Kadang juga saya membuat wedang sereh dicampur jeruk nipis. Tinggal ambil di taman. Belakangan saya tanami juga dengan kecombrang.

Kecombrang tinggal kenangan

 

Kalau hari panas terik, saya ambil daun cincau, lalu membuat cincau sendiri. Daunnya direndam air, kemudian diperas. Didiamkan sampai membeku. Jadilah cincau buatan sendiri. Kalau tidak mau repot, tinggal petik bunga telang yang sudah agak tua lalu membuat minuman bunga telang. Segerr…

Beberapa bulan lalu, tukang kebun yang khusus merawat taman mengundurkan diri karena sudah mendapatkan pekerjaan di tempat lain. Dan dia tidak bisa kerja rangkap. Terlalu capek dan tidak memiliki waktu lagi. Akhirnya, tanaman dan kebunnya tidak dirawat lagi.

Tanamannya masih menghasilkan. Tetapi rumput-rumputan tumbuh dengan subur. Taman sudah tidak terlihat rapi lagi. Saya berusaha mencari tenaga lagi untuk mengurus taman. Tetapi tidak mendapatkan satu orangpun. Rata-rata yang saya hubungi sudah memiliki pekerjaan lain dan tidak bisa nyambi lagi.

Akhirnya, saya meminta bantuan tukang kebun yang lain. Maksudnya, tukang kebun RT kami. Memang, RT saya memiliki 2 tukang kebun. Satu khusus menyapu jalan dan membersihkan serta merapikan tanaman di sepanjang jalan di dalam perumahan. Satunya lagi khusus menangani taman, dan yang sudah mengundurkan diri itu.

Sayapun meminta bantuan pada tukang kebun tersebut. Saya meminta beliau untuk membersihkan rumput, maksudnya mencabuti rumput di taman. Dan merapikan tanaman. Tanaman yang sudah tinggi dipotong dan dirapikan.

Hari Minggu yang lalu, dia mulai mengerjakan. Karena ada urusan, saya tidak mengawasinya. Saya percaya padanya.

Sorenya, saat saya pulang, saya kaget. Belum lagi memarkirkan mobil di garasi, saya sudah kaget. Terpana. Sedih. Campur aduk.

Taman menjadi bersih. Memang bersih. Tapi bukan rapi. Bersih. Tanamannya dibabat. Pohon sereh dicabuti. Pohon kecombrang beserta bunganya yang siap saya jadikan sambal dibabat. Semua pohon dibabat menyisakan 50 centimeter dari tanah.

Pohon cincau hilang. Pohon afrika yang daunnya bisa untuk insektisida alami habis dicabuti. Pohon kelor, pohon katuk, ketela, semuanya habis daunnya. Tinggal menyisakan batangnya. Entah, apakah masih bisa hidup lagi atau tidak.

Saya tidak mengira akan sehabis itu. Namun mau bagaimana lagi. Menyesal? Jelas. Tapi itu tidak akan menyelesaikan masalah. Akhirnya, setelah merenung, kami (saya dan Bu RT) menerima semuanya itu. Dengan guyon dan getir, kami ngomong, “Akhirnya, tamannya terlihat terang.”

Ini baru taman, yang meskipun dikerjakan oleh tukang kebun tetap hancur. Karena memang tukang kebunnya tidak ahli dalam hal tanaman.

Bagaimana kalau hal ini terjadi pada sebuah provinsi? Atau pada negara kita? Jadi, janganlah kita menyerahkan negara kita pada orang yang bukan ahlinya, yang rekam jejaknya menunjukkan dia tidak bisa bekerja.

Salam sehat Indonesia

#WarasBernegara

#SayaSpartan

 

Sumber Inspirasi

https://www.republika.co.id/berita/ql4d6l366/satu-tanda-kiamat-urusan-diserahkan-bukan-pada-ahlinya

 

banner 325x300