Kominfo ditantang. Menghadapi tantangan industri global, instansi ini diharapkan mampu menjawab kegelisahan masyarakat pelaku ekonomi. Bagaimana Kominfo menjawab kegelisahan tersebut?
Konten buatan pengguna atau biasa disebut user-generated content (UGC) yang kerap disediakan oleh penyelenggara sistem elektronik mengundang polemik. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Nomor 5 Tahun 2020 melarang jenis konten yang dianggap “meresahkan masyarakat dan mengganggu ketertiban umum”. Tetapi peraturan tersebut dianggap kurang detail.
Ketiadaan definisi yang jelas terhadap konten yang dilarang Kominfo membuat batasannya juga kabur. Kadangkala pengguna terlalu berhati-hati kerap memblokir konten karena ragu legalitasnya. Hingga 2019, Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia menyatakan telah menerima lebih dari 430.000 laporan tentang konten terlarang yang diunggah di platform Penyelenggara Sistem Elektronik (Kominfo, 2020).
Menteri Kominfo Jhonny G. Plate selaku regulator menetapkan penghapusan konten yang dilarang dalam waktu 24 jam. Dalam kasus konten pornografi anak, dan terorisme penghapusan dipercepat menjadi 4 jam. Kominfo berupaya mensinergikan penggunaan UGC bersama-sama dengan pihak swasta. Adanya dialog antara pemerintah dan swasta dapat memperjelas pembagian tanggung jawab terhadap pengawasan konten.
Sesuai tantangan zaman, perkembangan lanskap digital yang sangat dinamis tetap terbuka terhadap perkembangan inovasi dan teknologi.
Pengguna Terbesar UGC
Lebih dari 175,4 juta pengguna layanan internet di Indonesia menggunakan internet dalam kegiatan ekonomi (Hootsuite & We Are Social, 2020). Mereka memanfaatkan platform media sosial, dan e-commerce melalui gambar, video, komentar, penawaran produk, konten dalam aplikasi pengiriman pesan.
Kominfo menyadari aktivitas tersebut sangat penting menyumbang lanskap ekonomi digital di Indonesia. Selain itu, platform UGC untuk e-commerce juga menambah kompleksitas ekosistem digital yang sudah ada. Ada 4,5 juta pedagang aktif di Indonesia yang membuat konten mereka sendiri di platform jual-beli dengan pekiraan 188.000 transaksi per jam (Tempo, 2020).
The Digital 2020 Report menyatakan bahwa sekitar 160 juta penduduk Indonesia adalah pengguna media social, dan 95% aktif menggunakan UGC (Hootsuite & We Are Social, 2020). Indonesia memiliki 57 juta pengguna Instagram yang mengunggah konten di fitur Instagram stories. Indonesia bahkan memecah rekor sebagai negara pengguna aktif fitur Instagram stories yang paling banyak di dunia (McKinsey, 2018).
Ibukota Jakarta juga memecahkan rekor sebagai kota dengan pengguna akun Twitter paling aktif di dunia (McKinsey, 2018). Dalam 1 jam, netizen Indonesia mampu mengunggah 116.000 kicauan per jam. Di Indonesia, di mana demokrasi masih tergolong relatif muda, ujaran kebencian dan hoaks dianggap berbahaya dan telah dimasukkan ke dalam kategori konten yang dilarang.
Menteri Kominfo Johnny G. Plate mengatakan banyaknya UGC di media sosial dan e-commerce tersebut memberikan gambaran manfaatnya untuk pendidikan masyarakat, dan juga untuk kegiatan perekonomian. Pada 2017 silam, Kominfo juga pernah secara aktif pernah meminta pertanggungjawaban kegiatan online Saracen, sebuah organisasi yang kerap memproduksi ujaran kebencian di media sosial. (Islami, 2017).
Sementara pada 2018, Kominfo juga mengumumkan akan memberi denda kepada platform media sosial yang memfasilitasi penyebaran hoax (Kominfo, 2018).
Kolaborasi Kominfo
Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2016 telah mengatur perdagangan Melalui Sistem Elektronik (Electronic Commerce) yang Berbentuk User Generated Content. Para pedagang (Merchant) dilarang membagikan konten negatif dan yang tidak memiliki izin.
Akan tetapi, Kominfo belum mengatur platform e-commerce melalui media sosial. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 memberi denda pelanggaran senilai Rp100-Rp500 juta (Kominfo, 2019) dan pemblokiran bagi penyelenggara sistem elektronik jika mereka tidak menghapus konten. Mirip dengan Indonesia, Britania Raya saat ini memastikan perlindungan penyelenggara sistem elektronik yang memuat konten yang berbahaya melalui Online Harms White Paper.
Pemerintah Britania Raya sekarang tengah mempertimbangkan untuk menggunakan pendekatan pengaturan bersama untuk meregulasi konten berbahaya. Pemerintah Britania Raya menggandeng pelaku industri dan organisasi masyarakat untuk melawan konten berbahaya. Kominfo berupaya maksimal dengan melibatkan penyelenggara sistem eketronik dalam pembuatan kebijakan. Misalnya ketika menyusun RUU Perlindungan Data Pribadi.
Kominfo juga berperan aktif membuka konsultasi publik terkait peraturan UGC (Park, 2020). Bagaimanapun langkah mengevaluasi Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tetap harus dibutuhkan. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 masih bisa dievaluasi menurut bukti dari industri terkait.
Kominfo juga bekerja sama dengan Polri mula menjalankan program virtual police yang bertugas mengawasi konten di dunia maya termasuk media sosial. Kehadiran virtual police dapat memoderasi konten-konten negatif di dunia maya terutama yang mengarah pada pelanggaran pidana.
Ia menilai aksi moderasi konten pada pengguna media sosial merupakan langkah baik. Kolaborasi Kominfo dan Polri akan lebih maksimal jika melibatkan masyarakat sipil demi menyehatkan lalu litas konten digital.(*)
Aina, pendukung tagar #WarasBernegara, #SayaSPARTAN, pegiat literasi media digital.