banner 728x250

Konsumsi Media dan Hal yang Melingkupinya

Kenyataan yang saat ini dekat dengan kita ialah adanya fenomena media sosial yang lekat dengan jutaan orang di seluruh penjuru dunia.

analisa kekuatan media
Analisakekuatan media
banner 120x600
banner 468x60

Di era ini media telah menjadi bagian yang integral dan memegang peran yang vital dalam mempengaruhi hidup orang banyak. McLuhan dalam Scolari menyatakan bahwa media adalah lingkungan di mana “individu hidup seperti ikan tinggal di dalam air” (Scolari, 2012:206). Kehidupan kita dipengaruhi oleh media, misalnya di dalam memperoleh dan menyebarkan informasi. Media juga turut membentuk apa yang kita lihat, katakan, dan lakukan (Scolari, 2012:205).

Kenyataan yang saat ini dekat dengan kita ialah adanya fenomena media sosial yang lekat dengan jutaan orang di seluruh penjuru dunia. Media sosial merupakan sarana untuk berkomunikasi dan berjaring bagi masyarakat secara global.

banner 325x300

Artinya, orang di Indonesia tidak hanya dapat memiliki jaringan dan berkomunikasi dengan sesama orang Indonesia saja, tapi juga dapat berhubungan dengan orang di benua lainnya, seperti Eropa atau Amerika. Hal ini tak dapat dilepaskan dari perkembangan globalisasi di bidang teknologi komunikasi dan informasi.

Menarik untuk dicermati bagaimana media menjadi sangat populer dan diakses masyarakat secara masif dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kekuatan Media

Tak dapat dipungkiri bahwa media memiliki kekuatan dan pengaruh yang strategis dalam menarik minat masyarakat untuk mengaksesnya. Media telah digunakan jutaan orang untuk mengisi waktu luang hingga mengerjakan hal-hal serius. Contoh paling nyata untuk membuktikan hal ini ialah banyaknya partai politik dan figur masyarakat yang menggunakan media sebagai sarana kampanye politik.

Sebenarnya, kekuatan media terletak pada fakta bahwa media dapat membentuk apa yang kita ketahui tentang dunia dan dapat menjadi sumber utama berbagai opini dan ide. Media dapat mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak (Burton, 2008:2). Media juga dipandang sebagai saluran paling efektif untuk menyebarkan pesan kepada masyarakat luas secara cepat, massal, serta efisien.

Daya jangkau media sangatlah luas, walaupun hal ini bergantung pada besarnya media tersebut. Ini adalah kemampuan media untuk melakukan komunikasi massa. Pengertian komunikasi massa terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk untuk membuat produksi massal dan untuk menjangkau khalayak dalam jumlah besar (McQuail, 1987:31).

Karena daya untuk menjangkau dan mempengaruhi audiens dalam jumlah besar itulah, sebagai contoh, saya meyakini bahwa tidak akan ada para calon presiden — yang tidak lama lagi akan memasuki masa kontestasi politik — yang tidak menggunakan media sebagai sarana berkampanye mereka.

Sebagai sebuah industri, media juga mempunyai kekuatan besar di dalam bidang ekonomi. Pendapatan dan pengeluaran sebuah media sangat besar. Sebuah media dapat memperkerjakan ribuan orang dan memungkinkan dipekerjakannya ribuan orang lainnya. Dengan kuatnya sektor ekonomi media, maka media tersebut memiliki pengaruh yang besar terhadap hidup orang banyak.

Audiens sebagai Konsumen

Secara jelas, dapat diketahui bahwa audiens ialah target dari pesan yang hendak disampaikan oleh media. Hal pertama yang perlu disadari adalah audiens tidak terpisah dari kita. Kita, konsumen media, adalah audiens tersebut. Orang-orang yang membuat materi media pada saat yang sama merupakan bagian dari audiens bagi materi mereka sendiri. (Burton, 2008:209)

Adapun audiens-audiens bersifat spesifik dalam tiga hal yang saling melengkapi (Burton, 2008:213):

  1. Mereka didefinisikan menurut majalah, rekaman, film tertentu, yang mereka konsumsi.
  2. Terdapat audiens spesifik untuk suatu tipe produk, misalnya musik, film, berita, dsb.
  3. Audiens dispesifikkan menurut profil audiens berdasarkan faktor-faktor standar seperti umur, kelas, gender, penghasilan, gaya hidup, dan seterusnya.

Pembagian lainnya mengenai audiens adalah pembagian antara audiens (khalayak) aktif dan audiens pasif. Dalam pandangan teori komunikasi massa, audiens pasif dipengaruhi oleh arus langsung dari media, sedangkan pandangan audiens aktif menyatakan bahwa audiens memiliki keputusan aktif tentang bagaimana menggunakan media.

Yang terjadi dalam studi komunikasi massa selama ini, teori masyarakat massa lebih memiliki kecenderungan untuk menggunakan konsepsi teori audiens pasif, meskipun tidak semua teori audiens pasif dapat dikategorisasi sebagai teori masyarakat massa. Demikian juga, sebagian besar teori komunitas yang berkembang dalam studi komunikasi massa lebih cenderung menganut kepada audiens aktif.

Studi yang dilakukan oleh Frank Biocca dalam bukunya yang berjudul ”Opposing Conceptions of the Audience: The Active and Passive Hemispheres of Communication Theory”, yang kemudian diakui sebagai salah satu tulisan paling komprehensif mengenai perdebatan tentang audiens aktif versus audiens pasif, menjelaskan beberapa tipologi dari audiens aktif. (Biocca, 1998:54)

Pertama adalah selektifitas (selectivity). Audiens aktif dianggap selektif dalam proses konsumsi media yang mereka pilih untuk digunakan. Mereka tidak asal-asalan dalam mengkonsumsi media, namun didasari alasan dan tujuan tertentu. Misalnya, kalangan pebisnis berorientasi pada media “Bisnis Indonesia” untuk mengetahui perkembangan dunia bisnis, sementara penggemar olahraga mengakses “Sky Sports” untuk mengikuti kabar terkini di dunia olahraga.

Karakteristik kedua adalah utilitarianisme (utilitarianism) di mana audiens aktif dikatakan mengkonsumsi media dalam rangka suatu kepentingan untuk memenuhi kebutuhan dan tujuan tertentu.

Karakteristik yang ketiga yakni intensionalitas (intentionality), yang mengandung makna penggunaan secara sengaja dari isi media.

Karakteristik yang keempat ialah keikutsertaan (involvement). Maksudnya, audiens secara aktif berfikir mengenai apa yang menjadi alasan mereka mengonsumsi media.

Yang kelima, audiens aktif dipercaya sebagai komunitas yang tahan dalam menghadapi pengaruh media (impervious to influence) atau tidak mudah dibujuk oleh media itu sendiri.

Audiens yang terdidik cenderung menjadi bagian dari khalayak aktif karena mereka dipandang lebih dapat memilih media mana yang dapat memenuhi kebutuhan mereka.

Waktu Luang dan Konsumsi Media

Masyarakat kita saat ini adalah masyarakat dengan tuntutan hidup yang tinggi. Pekerjaan dan profesi menuntut seseorang untuk mencurahkan segenap energi dan waktunya untuk sepenuh-penuhnya berkonsentrasi. Karena itu, orang kemudian sangat membutuhkan waktu luang untuk rehat sejenak dari aktivitas hariannya.

Namun, filsuf Jerman, Karl Josef Pepper, memberi makna baru dalam memahami waktu senggang, yakni bahwa sebetulnya waktu senggang/luang bukanlah sikap atau tindakan yang terjadi karena kekuasaan, pengaruh, atau tekanan dari luar. Waktu luang harus dimengerti sebagai sikap mental dan spiritual, sikap yang melampaui itu semua, keberanian merogoh kedalaman di balik seluruh ciptaan.

Waktu luang itu sendiri adalah sebuah perayaan. Perayaan atas kegiatan, pekerjaan, dan aktivitas manusia. Manusia memiliki kesempatan untuk menikmati, merayakan, menerima, dan mengakui seluruh proses kebudayaan dalam waktu luang. Jadi perayaan dapat dikatakan sebagai karakter dari waktu luang.

Selain itu, waktu luang juga juga memiliki dimensi proses belajar dan pemberadaban. Dengan waktu luang, orang mempunyai kesempatan untuk belajar mengenai berbagai hal, misalnya dengan mengakses informasi atau berita dari media, dan dengan demikian memberikan jalan orang tersebut kepada proses berpikir (kognitif) tentang gagasan mengenai banyak hal.

Kekuatan waktu senggang adalah bahwa waktu senggang terebut memungkinkan proses pengetahuan yang unik. Dengan waktu senggang, seseorang dapat mengkaji semua hal yang telah ia lalui, belajar lewat hal-hal di sekitarnya, bahkan memikirkan dan merancang apa yang akan ia lakukan di masa mendatang.

Perspektif-perspektif Konsumsinya

Perspektif konsumsi media yang hendak dikemukakan di sini dibagi menjadi tiga bagian, yakni perspektif psikologis, perspektif sosiologis, dan perspektif antropologis.

  1. Perspektif Psikologis

Perspektif ini berbicara mengenai motivasi kosumsi media dengan melihat dari faktor kejiwaan (psikologi) audiens, dorongan yang timbul dari suasana kejiwaannya untuk mengonsumsi media.

Ada tiga unsur yang termasuk dalam perspektif psikologis ini, yaitu emotions (emosi), mood (suasana hati/perasaan), dan pleasure (kesenangan). Unsur emosi berkaitan dengan usaha media yang selalu memanipulasi emosi audiens, sehingga terjadi keterlibatan emosi antara emosi dan konten media yang dikonsumsinya (misalnya acara televisi). Di sini, terkadang individu menggunakan media untuk menghasilkan kondisi emosional tertentu.

Contoh dari unsur emosi ini adalah pada saat audiens menonton acara reality show di televisi. Dalam adegan yang mengharukan, audiens juga dapat ikut menitikkan air mata. Hal ini terjadi karena media tersebut berhasil memanipulasi audiens dan “memasukkan” audiens ke dalam bagian dari cerita reality show itu sendiri.

Unsur kedua ialah mood. Mood adalah entitas atau sebuah “bangunan” dari perasaan seeorang. Contoh yang mudah untuk menggambarkan mood adalah musik. Aliran musik tertentu dapat mendorong seseorang untuk merasakan kondisi perasaan tertentu. Misalnya, audiens yang mendengarkan music rock di YouTube kemudian merasakan adanya semangat yang muncul, audiens yang mendengarkan lagu sendu saat sedang patah hati akan merasakan kesedihan, dan sebagainya.

Unsur terakhir adalah pleasure (kesenangan). Di sini, audiens mengonsumsi suatu media dan konten tertentu karena dalam pemahaman mereka hal itu bisa menghibur. Karena adanya kebutuhan akan rasa senang/bahagia ini, audiens berpotensi untuk terus mengonsumsi konten media tertentu, misalnya saat seseorang yang senang mendengarkan musik mendapatkan konten-konten yang diinginkannya di Spotify, maka kemungkinannya adalah ia akan menjadi seorang pelanggan berbayar dari Spotify.

Ciri khas perspektif ini adalah melihat pola konsumsi media dengan tinjauan dari sudut pandang psikologis (kejiwaan) seseorang secara personal.

  1. Perspektif Sosiologis

Perspektif sosiologis mengajak kita untuk melihat pola konsumsi media dengan sudut pandang sosial dan membaca konteks sosial dari konsumsi media. Artinya, penting untuk diketahui adanya relasi sosial-kemasyarakatan dari tindakan konsumsi itu sendiri.

Konsumsi media dalam konteks ini dipandang memiliki potensi untuk menciptakan relasi sosial. Ketika audiens mengonsumsi media, akan timbul sebuah interaksi sosial yang diakibatkan oleh adanya audiens lain yang juga menjadi konsumen media tersebut.

Misalnya, ketika audiens yang adalah penggemar siaran sepakbola menonton acara pertandingan sepakbola di sebuah kafe yang mengadakan acara nonton bersama, akan terjadi sebuah interaksi sosial di antara para penonton. Acara menonton bersama sebagai sebuah interaksi sosial itu pun sebenarnya bisa diakibatkan dari adanya relasi sosial sekelompok audiens yang menggemari siaran sepak bola sehingga kemudian mengadakan acara nonton bersama.

Dalam kasus ini juga digarisbawahi bahwa konsumsi media (tayangan sepakbola) tersebut membawa seseorang untuk menonton bersama (dengan para penggemar tayangan sepakbola lainnya) ke dalam ruang sosial tertentu (kafe). Jadi, konsumsi media dapat membentuk suatu relasi dan interaksi sosial tertentu di antara konsumen-konsumennya.

  1. Perspektif Antropologis

Perspektif antropologis mengajak kita untuk melihat konsumsi media yang berpotensi menimbulkan sebuah pengulangan dari audiens yang mengonsumsinya. Di sini, karena motivasi tertentu, audiens dapat menjadikan konsumsi media sebagai sritual, dalam artian kegiatan yang secara berkesinambungan dilakukan demi pemenuhan kebutuhannya akan suatu hal.

Perspektif antropologis juga memungkinkan adanya pemikiran bahwa konsumsi media dilakukan demi tujuan membunuh kesunyian atau melarikan diri dari kesunyian. Di masa pandemi ini, di mana tekanan hidup terasa berat, sebagian orang mungkin merasa terbebani atau tertekan. Media, dengan kemudahan yang dimilikinya untuk mengakses informasi dan hiburan, menjadi sarana paling cepat dan mudah untuk menghibur diri dan meninggalkan beban hidup untuk beberapa waktu.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tiga perspektif konsumsi media tersebut melihat persolan konsumsi media dari sudut pandang yang berbeda dan dengan demikian memiliki ciri khasnya masing-masing. Perspektif psikologis memandang konsumsi media dari sudut pandang kejiwaan (psikologi) audiens, di mana kondisi atau minatnya terhadap sebuah hal dapat menjadi pendorong terjadinya sebuah proses konsumsi. Perspektif sosiologis lebih melihat bagaimana konsumsi media tersebut membentuk suatu interaksi dan relasi sosial di dalam masyarakat. Jadi, kegiatan konsumsi media selalu ada di dalam konteks tertentu. Konteks sosial itu pula yang akan mempengaruhi bagaimana media dikonsumsi dan dimaknai. Sedangkan dalam perspektif antropologis, konsumsi media dilihat sebagai sesuatu yang dapat mempengaruhi audiens sehingga aktivitas tersebut akan dilakukan berulang kali. (*)

 

Louis, aktivis literasi, pemerhati flora dan fauna, pencinta seni dan budaya, pendukung tagar #WarasBernegara, #SayaSPARTAN

____________

Daftar Pustaka

Biocca, Frank. 1998. Opposing Conceptions of the Audience : The Active and Passive Hemispheres of Communication Theory. New York: Free Press

Burton, Graeme. 2008. Yang Tersembunyi di Balik Media: Pengantar kepada Kajian Media. Yogyakarta: Jalasutra

McQuail, Denis. 1987. Teori Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Jakarta: Penerbit Erlangga

Scolari, Carlos A. 2012. Media Ecology: Exploring the Metaphor to Expand the Theory dalam Communication Theory 22. Washington DC: International Communication Association

 

banner 325x300