banner 728x250

Manifestasi Kebangkitan Kejayaan Nuswantara; Sebuah Refleksi

Setelah kita menyelami ruang kesadaran, maka akan sampai pada refleksi besar tentang bagaimana kita perlu menjaga, merawat dan melestarikan semua hal terkait simbol kejayaan Nuswantara.

Keluhuran Nuswantara
Nuswantara bangsa berbudi luhur
banner 120x600
banner 468x60

Seribuan tahun pasca berakhirnya masa kejayaan para Wangsa di Bhumi Atala Dwipa, merupakan penyebutan awal bagi daratan panjang Nuswantara.

HIKAYAT PANJANG PUSAKA IBU PERTIWI

Itu di atas adalah awal kita merunut. Berlanjut pasca ratusan tahun sejak Surya Wilwatikta Majapahit tenggelam dengan beragam versi. Hingga puluhan tahun pasca sistem tatanan modern bernama Republik Indonesia berdiri.

banner 325x300

Menjadi serangkaian refleksi perjalanan panjang candra sengkala peradaban bangsa luhur yang mendapat penyebutan sebagai tanah pusaka Ibu Pertiwi.

Ibu Pertiwi, adalah sebuah personifikasi untuk menyebut dengan penuh sikap rasa hormat bagi tanah subur nan kaya, gemah ripah loh jinawi kerta tata raharja bernama Bhumi Nuswantara.

IKN, Wujud Kebangkitan Keluhuran Budi Nuswantara
IKN, Wujud Kebangkitan Keluhuran Budi Nuswantara

Yang mana dari rahim Ibu Pertiwi lahirlah beraneka ragam kekayaan dan kejayaan panjang peradaban. Ini menjadi pemaknaan yang bersifat filosofis sekaligus penghayatan kearifan lokal yang abadi.

Hingar bingar perseteruan politik, keserakahan manusia, peperangan, perebutan kekuasaan, tentulah selalu ada menjadi penyeimbang dinamika dari masa ke masa.

FAKTOR-FAKTOR MEREDUPNYA KEJAYAAN NUSWANTARA

Ibarat sebuah keniscayaan untuk memaklumi karakter sifat dasar lahiriah manusia sebagai makhluk yang memiliki kemelekatan pada kasta duniawi. Mungkin, itulah salah satu faktor penyebab meredupnya kejayaan dari masa ke masa.

Belum lagi ketika mulai bermunculan kaum pendatang asing yang menancapkan tajam kuku cakarnya dan berlaku sebagai penguasa baru atas nama kolonialisme.

Menjadi peringatan bahwa tanah pusaka ini sempat berada pada masa masa kelengahan dan kurangnya rasa memiliki dari sebagian besar besar manusia penghuninya. Kerusakan, kehancuran, perpecahan dan kematian muncul di mana mana.

Penderitaan panjang manusia nuswantara menjadi tragedi masa masa kelam terburuk yang telah melukai Ibu Pertiwi.

Dengan siklus perputaran roda kodrati yang masih selalu sama, Nuswantara kini memasuki era kebangkitan untuk meraih kembali Jaya Jaya Wijayanti, kebesaran dan kemenangannya seperti para leluhur Pertiwi pernah meraihnya.

Inilah yang bisa diistilahkan dengan Hamemayu Hayuning Bawana, sebuah konsep kesadaran untuk merawat dan melestarikan kembali bumi Pertiwi dengan aneka ragam warisan pusakanya. Lebih lengkap lagi gubahan ajaran sastra spiritualitas kuno bernama Sastra Jendra Pangruwating Diyu begitu banyak menorehkan nasihat adiluhung dan pedoman tentang kebajikan hidup untuk manusia mampu merawat dan melestarikan semesta pertiwi dengan baik.

MENUJU ERA KEBANGKITAN NUSWANTARA

Kebanyakan dari entitas Masyarakat Adat Nuswantara dari berbagai suku bangsa, memiliki tradisi keyakinan bahwa kehidupan masa kini tetap terhubung dengan kehidupan di masa yang lampau.

Kebangkitan kesadaran untuk merawat dan meruwat Bhumi Nuswantara ini bahkan tak lepas dari adanya tradisi keyakinan tersebut.

Konsep kesadaran yang dikemas dengan kesan yang mistik, sesungguhnya merupakan sebuah pesan moral untuk menggali, merawat dan mempertahankan apa yang menjadi warisan mahakarya luhur kebudayaan Nuswantara.

Di tengah maraknya pemberitaan menjenuhkan terkait drama drama politik yang terus menimbulkan polarisasi. Ketika ada pemberitaan bertemakan warisan budaya bangsa, semua anak anak Nusantara saling merapatkan barisan, bersatu sama lain untuk menunjukkan rasa sikap memiliki.

Masih teringat jelas ketika seni tarian dan kuliner suku bangsa Indonesia diklaim sepihak oleh negara lain, masyarakat beramai ramai merebutnya kembali. Yang belum lama adalah tentang wayang kulit yang dinilai sebagai produk haram oleh segelintir kelompok. Terhadap hal itu,  masyarakat beramai ramai melakukan pembelaan. Dan yang terbaru adalah tentang diskursus rencana kenaikan tarif Candi Borobudur.

wujudkan kembali keluhuran budi nuswantara
Keluharan budi Bangsa Nuswantara jangan sampai punah

PEDOMAN TATA LAKU

Hal hal semacam ini, bolehlah disebutkan sebagai tanda tanda jaman memasuki era Kebangkitan Nuswantara. Kebangkitan selalu ditandai dengan bangkitnya spirit untuk merasa sadar dan merasa memiliki. Selain itu, juga merasa ikut membela dan bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi warisan agung.

Pemuka Adat Kebangsawanan Jawa yakni Sri Paduka KGPAA Mangkunegara telah meletakkan dasar untuk itu. Dasar yang dimaksud adalah  pedoman untuk mengkonsepsikan perihal kewajiban untuk sadar dan tanggung jawab tersebut.

Pedoman tata laku kehidupan yang kemudian dikenal sebagai Tri Dharma itu dipaparkan sebagai berikut:

Mulat Sarira Angrasa Wani (Kewajiban untuk berani instropeksi dan mawas diri). Rumangsa Melu Andarbeni (Kewajiban untuk merasa ikut memiliki). Juga Wajib Melu Anggondheli (Kewajiban untuk mempertahankan, di saat ada ancaman datang).

Nilai nilai konsep ajaran Tri Dharma ini juga merupakan salah satu aset kekayaan luhur yang dimiliki oleh Nuswantara. Pesan moral yang menjadi pedoman hidup dan manifestasi kesadaran dalam era kebangkitan Nuswantara.

MERAWAT WAWASAN NUSWANTARA, MENGEJAWANTAHKAN NILAI PANCASILA

Setelah kita menyelami ruang kesadaran, maka akan sampai pada refleksi besar tentang bagaimana kita perlu menjaga, merawat dan melestarikan semua hal terkait simbol kejayaan Nuswantara. Setidaknya, penelitian yang dilakukan oleh Universitas Padjajaran mendukung kesimpulan itu.

Wawasan terkait Nuswantara tak hanya dimaknai sebatas lingkup teritorial, melainkan juga termasuk dalam pendidikan moral yang harus terus ditanamkan melalui benih benih rasa cinta dan memiliki.

Sikap untuk selalu waspada waskita dan tata lelaku yang subasita menjadi pekerjaan rumah harus terus dikerjakan. Dengan merawat Nuswantara kita menjaga kemuliaan Ibu Pertiwi dan merajut kebhinekaan dan menjadikannya sebagai spirit. Beruntung untuk mengakomodir spirit itu kita memiliki Pancasila sebagai konsensus nasional.

Eksistensi keluhuran Pancasila memberikan amanat untuk semua yang menganut azaz nya, untuk kembali pada jatidirinya sebagai bangsa yang luhur dan beradab.

PANCASILA SEBAGAI MODAL UTAMA

Bangsa yang sarat dengan tradisi pemujaan dan penghormatan kepada nilai nilai ketradisian. Bangsa yang berbudi pekerti luhur dan bergotong royong. Bangsa yang mengedepankan semangat migunani tumraping liyan. Bangsa yang mewarisi ragam mahakarya nenek moyang.

Fenomena sekian banyak insan manusia Pertiwi, beramai ramai menjadi pemerhati Wayang Kulit dan Candi Borobudur, dan apa lagi yang kemudian akan kembali dimunculkan ?

Itu semua akan menjadi sebuah proyeksi dari semesta berpikir dari para nenek moyang leluhur bangsa dan para Winasis yang terus dihidupkan dalam belantara kehidupan anak cucunya secara turun temurun.

Teruslah menjaga, merawat dan melestarikan semua yang menjadi simbol kemasyuran tanah pusaka Ibu Pertiwi. Menuju Jaya Digdaya Wijayanti Bhumi Nuswantara. Now or Never!

Rio Irawan, Pegiat Literasi & Pemerhati Sosial Budaya

banner 325x300