Beberapa minggu ini, kita ‘digegerkan’ dengan pencapresan Anies Baswedan oleh Partai Nasdem. Dan hal itu berlanjut dengan banyaknya kejadian yang tidak mengenakkan yang terjadi di internal Partai Nasdem. Mulai dari mundurnya beberapa kader potensial yang bahkan jadi berita heboh di media. Sebut saja kasusnya Mbok Ni Luh Djelantik, salah seorang pimpinan DPP Partai Nasdem.
Mbok Ni Luh, yang terkenal dengan julukan ‘kesayangan’ karena memanggil semua orang yang berkontak dengannya dengan ‘kesayangan’ memang sudah menyampaikan prinsipnya. Bahwa kalau Partai Nasdem mengusung Anies Baswedan sebagai Capres, dia akan mengundurkan diri. Dan itu dia buktikan. Dia mengundurkan diri Partai Nasdem. Bukan hanya dari kepengerusan, tapi dari partai.
Hal itu diikuti oleh mundurnya kader-kader Nasdem di beberapa daerah. Yang terbaru adalah dinon-aktifkannya Zulfan Lindan dari kepengurusan partai. Hal ini kemudian diikuti dengan adanya ‘saling serang’ dan ‘saling menuding’ diantara anggota Partai Nasdem.
Semua itu terjadi sejak Partai Nasdem secara resmi mengumumkan akan mengusung Anies Baswedan untuk menjadi Calon Presiden 2024 dari Partai Nasdem.
Dari kejadian itu, kita bisa melihat dengan jelas, bahwa Anies Baswedan membawa perpecahan.
Mungkin kita akan mengatakan, “Ah, itu hanya kebetulan.”
Tapi mari kita lihat bagaimana keadaan Jakarta saat Anies Baswedan ikut dalam kontestasi pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2017 kemarin. Jakarta terpecah belah. Jakarta tersegregasi dengan jelas, antara pendukung Anies Baswedan dan pendukung Ahok.
Yang lebih mengerikan adalah, timbulnya kebencian yang tidak masuk di akal sehat manusia. Kasus nenek Hindun sangat melekat di hati kita. Bagaimana nenek Hindun yang adalah pendukung Ahok ketika meninggal jenazahnya tidak disholatkan. Hanya gara-gara beda pilihan. Hanya gara-gara dia memilih Ahok.
Dan saat ini, orang yang menimbulkan perpecahan itu diusulkan oleh Partai Nasdem untuk menjadi Presiden RI tahun 2024 dari Partai Nasdem, dan mungkin juga dengan koalisinya. Karena sebagai partai tersendiri, Nasdem tidak memiliki hak untuk mengajukan calon presiden karena terganjal Presidential Threshold yang 20% itu.
Nah, kembali ke soal Anies Baswedan. Kita juga percaya dan yakin, Anies sangat pandai mengolah kata. Kata-kata yang dia keluarkan ketika berpidato sangat mengagumkan, sangat memukau. Intonasinya enak didengar. Suaranya membuai sehingga membuat orang tidak mampu berpikir dengan jernih.
Kata-katanya melambung tinggi, saking tingginya sampai tidak masuk di akal manusia. Ingat kan dengan kata ‘air parkir’, ‘air dimasukkan ke bumi’? Dan masih ada banyak lagi yang lain.
Banyaknya olah kata itu membuat dia memunculkan slogannya sendiri. ‘Jangan meremehkan kata-kata. Semua kerja berawal dari gagasan, dan gagasan itu adalah kata-kata. Jadi, semua berawal dari kata-kata.’
Apa yang dia katakana memang benar. Tetapi kata-kata tanpa kerja hanyalah janji-janji belaka dan pengibulan yang luar biasa. Janjinya saat awal kampanye sungguh membuai. Semua orang bisa mendapatkan rumah dengan Rumah DP 0%. Dan saat ini, bagaimana dengan janji rumah DP 0% itu? Tidak terdengar karena memang tidak terealisasi. Targetnya 200an ribu rumah, yang terbangun hanya 8 ribuan rumah. Jauh dari apa yang dia omongkan.
Tetapi ada satu hal yang menarik dalam diri saya tentang Anies Baswedan. Hal ini dipicu oleh ucapan seorang kader dari Partai Nasdem, seorang perempuan, Irma Suryani. Dia mengatakan bahwa Anies itu sebetulnya nasionalis. Tapi dia mau dirangkul oleh kelompok radikalis karena dia ingin menang di Pilkada DKI.
Demi kemenangan di pilkada DKI, dia mau dirangkul oleh kaum radikal. Lalu kalau ada yang menyerang negara kita, ingin menguasai negara kita, dan kemudian menjanjikan dia untuk jadi Presiden, apa yang akan dia lakukan? Apakah dia akan berkhianat dan mau dirangkul oleh ‘calon penjajah RI’ demi menjadi Presiden?
Tauk ah… elap. Pusing pala bebi mikirin semua itu. Pusing dan badan meriang saat menuliskan semua yang di atas itu. Hanya segitu saja, tapi menghabiskan energi. Baru menulis tentang dia saja saya sudah kehabisan energi, bagaimana kalau dia menjadi pemimpin saya? Hadeeeehhhh….
Yang jelas, ‘Mengapa Harus Memilih Anies Baswedan Kalau Ada Yang Lebih Baik?’
Salam sehat Indonesia.
Sumber foto: