Kejaksaan Agung (Kejagung) menggeledah Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) di Jalan Medan Merdeka Barat Nomor 9, Jakarta Pusat, Senin 7 November 2022.
Penggeledahan dilakukan terkait proses hukum dugaan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo tahun 2020-2022.
Selain Kantor Kementerian Kominfo, Kejagung juga menggeledah Kantor PT Adyawinsa Telecommunication & Electrical di Jalan Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Dalam penggeledahan tersebut, Kejagung menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik terkait kasus dugaan korupsi BTS 4G itu.
Penggeledahan ini tentu menarik. Apalagi perhatian publik lebih cenderung tertuju pada sosok penting di Kementerian Kominfo, yakni Menkominfo Johnny G Plate.
Bahkan ada cukup banyak spekulasi yang berkembang terkait penggeledahan ini. Tidak saja soal aroma korupsi sebagaimana yang diburu Kejagung, namun juga tentang nasib Johnny G Plate di kabinet.
Gaduh penggeledahan oleh Kejagung hingga munculnya berbagai spekulasi di tengah masyarakat ini membuat Johnny G Plate angkat bicara. Ia menampik jika ini soal korupsi.
“Terkait BTS, ini bukan soal korupsi. Masa kita pastikan korupsi?” kata Menkominfo Johnny G Plate, di lokasi pembangunan Pusat Data Nasional, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Rabu 9 November 2022, sebagaimana dikutip dari Detikcom.
Meski begitu, ia mendorong proses hukum yang sedang dilakukan Kejagung tetap berjalan dengan baik dan cepat selesai. Namun di sisi lain, kasus ini juga jangan sampai menghambat pembangunan infrastruktur telekomunikasi.
Ranah BLU BAKTI
Ya, pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Indonesia memang harus jalan terus. Apalagi pembangunan BTS di wilayah 3T (Terdepan, Terluar, dan Tertinggal) merupakan implementasi arahan Presiden Joko Widodo untuk melakukan percepatan transformasi digital di seluruh Tanah Air.
Adapun Kementerian Kominfo menjabarkannya dengan melanjutkan pembangunan infrastruktur TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi), hingga meningkatkan konektivitas telekomunikasi nasional melalui upaya pembangunan infrastruktur digital untuk memperkecil digital divide.
Sedangkan pembangunan dan mengoperasikan infrastruktur telekomunikasi di wilayah 3T itu sendiri dilakukan oleh Badan Layanan Umum (BLU) Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI).
Sebagai sebuah BLU, BAKTI tentu memiliki manajemen hingga kewenangan tersendiri. Bahkan ada pengawasnya sendiri. Ini tentu berbeda dengan Satuan Kerja (Satker) yang berada di bawah Direktorat Jenderal (Dirjen).
Jadi, apabila saat ini Kejagung melakukan proses hukum terkait dugaan korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo, maka jelas itu lebih cenderung menjadi ranah BLU BAKTI.
Terlalu dini jika publik malah latah mengaitkan kasus ini dengan Kementerian Kominfo, apalagi Menkominfo Johnny G Plate. Bukankah kasus ini juga baru naik statusnya dari penyelidikan ke penyidikan, berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Kejagung?
Tentu akan berbeda situasinya, apabila kasus yang menjadi ranah BLU BAKTI ini sudah masuk babak persidangan di pengadilan. Dan dalam persidangan, ada kesaksian atau petunjuk yang mengarah pada keterlibatan pejabat di Kementerian Kominfo, bahkan Menkominfo.
Sekilas BLU BAKTI
Agar tak membias pemahaman soal kasus ini, maka ada baiknya juga memahami kehadiran, tranformasi, hingga ruang kerja BLU BAKTI.
BAKTI sendiri lahir pada tahun 2006. Semula, organisasi ini bernama Balai Telekomunikasi dan Informatika Pedesaan (BTIP) sesuai nomenklatur yang ditetapkan Peraturan Menkominfo Nomor 35/ PER/ M.Kominfo/ 11/ 2006.
BTIP menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1006/ KMK.05/ 2006 Tentang Penetapan Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan pada Departemen Komunikasi dan Informatika sebagai Instansi Pemerintah, yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU pada 21 Desember 2006.
Seiring dengan pesatnya perkembangan di bidang TIK dan tuntutan akan ketersediaan layanan TIK di seluruh lapisan masyarakat, maka BTIP bertransformasi menjadi Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) pada tanggal 19 November 2010. Transformasi ini dilakukan berdasarkan Peraturan Menkominfo Nomor 18/ PER/ M/ Kominfo/11/ 2010.
BLU BP3TI awalnya merupakan unit eselon yang akhirnya berubah menjadi unit pelaksana teknis non-eselon dengan tujuan meningkatkan fleksibilitas, efektivitas, dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsinya yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU di Kementerian Kominfo pada tahun 2017.
Transformasi organisasi dan tata kerja ini dilakukan untuk meningkatkan akuntabilitas dan efektivitas pengelolaan program ‘Kewajiban Pelayanan Universal Telekomunikasi dan Informatika’, yang memang sejak tahun 2015 telah mengalami redisain. Transformasi BP3TI didasari pada Peraturan Menkominfo Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika.
Perubahan yang dilakukan adalah perubahan struktur organisasi, yang semula strukturnya didasari pada proses (process-based), menjadi didasarkan pada output layanan (output-based), yaitu infrastruktur dan ekosistem. Namun tetap menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU.
Sejak Agustus 2017, Menkominfo mencanangkan nama baru bagi BP3TI menjadi BAKTI. Perubahan nama menjadi BAKTI untuk mempermudah publikasi dan branding instansi.
BAKTI sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yang positif, yaitu 1) tunduk dan hormat, perbuatan yang menyatakan setia; 2) memperhambakan diri; setia. Hal ini sejalan dengan tugas dan fungsi BP3TI untuk memeratakan akses telekomunikasi dan informatika di seluruh Indonesia, dan melayani masyarakat.
Pada tahun 2018, perubahan nomenklatur, struktur organisasi dan tata kerja BP3TI menjadi BAKTI ditetapkan oleh Menkominfo melalui Peraturan Menkominfo Nomor 3 Tahun 2018 tertanggal 23 Mei 2018 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi.
Dengan adanya Peraturan Menteri tersebut, maka secara resmi nama BAKTI digunakan sebagai pengganti dari BP3TI. BAKTI merupakan unit organisasi non-eselon di lingkungan Kementerian Kominfo yang menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU.
BAKTI berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri dan BAKTI dipimpin oleh Direktur Utama. BAKTI mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pembiayaan kewajiban pelayanan universal serta penyediaan infrastruktur dan layanan telekomunikasi dan informatika.
Perjalanan Proyek BTS 4G Hingga Muncul Dugaan Korupsi
Proyek BTS 4G sesungguhnya dimulai saat BLU BAKTI bersama penyedia jaringan terpilih menandatangani kontrak payung untuk proyek penyediaan jaringan telekomunikasi di wilayah 3T.
Hal ini diawali dengan dua paket yang ditandatangani antara BLU BAKTI dengan Fiberhome – Telkom Infra – Multitrans Data, di Kantor Kementerian Kominfo, Jakarta. Mereka membangun BTS 4G di Paket 1 dan Paket 2 selama dua tahun (2021-2022) dengan total nilai kontrak kedua paket tersebut Rp 9,5 triliun.
Hal itu diteruskan dengan pelaksanaan operasional dan pemeliharaan terhadap jaringan BTS 4G yang telah dibangun beserta seluruh perangkat dan infrastruktur pendukungnya.
Proyek kemudian dilanjutkan dengan penandatangan Paket 3, Paket 4, dan Paket 5 yang prosesinya disaksikan langsung oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Jumat 26 Februari 2021.
Penandatanganan kontrak Paket 3, 4, dan 5 dilakukan oleh konsorsium PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT SEI untuk Paket 3. Adapun IBS dan ZTE untuk Paket 4 dan Paket 5. Total nilai kontraknya mencapai Rp 18,8 triliun.
Jadi, kelima paket dengan total nilai kontrak Rp 28,3 triliun ini didanai setiap tahun anggaran dari komponen Universal Service Obligation (USO). Selain itu, sebagian dana lainnya berasal dari alokasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor Kominfo dan Rupiah Murni (RM).
Seiring berjalannya waktu, proyek multiyears ini diduga ada indikasi korupsi. Kejagung pun melakukan penyelidikan, hingga akhirnya menaikkan statusnya ke penyidikan berdasarkan hasil gelar perkara yang dilakukan oleh Kejagung. Kejagung bahkan telah memeriksa 60 saksi.
Kejagung juga telah menggeledah kantor perusahaan – perusahaan yang mengerjakan proyek ini. Begitu juga dengan Kantor Kementerian Kominfo.
Apapun ending-nya, kita berharap kasus ini tidak sampai mematahkan mimpi masyarakat di wilayah 3T tentang kehadiran jaringan telekomunikasi. Bukankah kita sudah hidup di peradaban digital?
Apalagi Menkominfo Johnny G Plate sendiri juga mengharapkan proses hukum atas kasus ini berjalan dengan baik dan selesai, namun di sisi lain pembangunan infrastruktur telekomunikasi tetap harus berlanjut!