banner 728x250

Pengaburan Sejarah Untuk Mendirikan Khilafah

banner 120x600
banner 468x60

Dalam artikel saya minggu lalu, sebagai sebuah renungan menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-77, saya sudah menyampaikan hal tentang pengubahan sejarah. Saya berpikir bahwa menjelang peringatan Hari Kemerdekaan, pengubahan sejarah itu akan mengendur. Atau bahkan menghilang.

Tetapi ternyata saya salah. Justru pada peringatan hari Kemerdekaan itu, hoaks tentang sejarah begitu deras menghiasi lini masa media sosial kita. Memang tidak banyak, tetapi hoaks itu begitu mendominasi dan berperan penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia. Setidaknya ada 2 hoaks, atau lebih tepatnya pengaburan sejarah, yang beredar di media massa.

banner 325x300
  1. Rumah Proklamasi

Yang pertama adalah rumah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur nomor 56 Jakarta. Dikatakan bahwa gedung itu adalah kepunyaan Farajd Martak. Dalam sebuah surat tertanggal 14 Agustus 1950, Ir. Sitompoel Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan mewakili pemerintah menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada Faradj bin Said Awad Martak, direktur utama NV Marba (Martak & Bajdenet), yang telah membeli beberapa gedung di Jakarta antara lain gedung Pegangsaan Timur 56.

Berdasarkan surat itulah muncul kabar bahwa gedung di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta itu adalah milik pengusaha Arab saat dikumandangkannya Proklamasi 17 Agustus 1945. Betulkah demikian?

Menurut sumber yang dapat dipercaya, yaitu pelaku sejarah Proklamasi 17 Agustus 1945, pemilik gedung tersebut bukanlah Farajd Martak. Mungkin memang Farajd Martak membeli gedung itu sebelum tahun 1950, atau malah tahun 1950. Berdasarkan sumber dari pelaku sejarah, gedung itu dulunya milik seorang Belanda bernama Mr. Jhr. P. R. Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi koran “Sin Po” dari 1925 sampai 1947, dalam Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922–1947(1948).

Dari sini menjadi jelas bahwa rumah Proklamasi 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta bukanlah milik seorang pengusaha bernama Farajd Martak pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

  1. Pencetus Bendera Merah Putih

Kabar yang kedua adalah tentang nama tokoh pencetus warna bendera Republik Indonesia, merah putih. Dikabarkan bahwa pencetusnya adalah seorang habib dari Sulawesi Tengah bernama Habib Idrus Salim Al Jufri.

Sebenarnya video tentang hal ini sudah muncul tahun lalu. Tetapi saat itu tidak begitu viral. Baru pada tahun ini, video itu menjadi viral.

Menurut sebuah sumber, “Dalam unggahan video PKS di media sosialnya dikatakan inisiator warna bendera berwarna merah dan putih ternyata seorang habib. Namanya, Habib Idrus Salim Al Jufri yang disebut sebagai inisiator warna bendera, sang saka merah putih.”

Betulkah demikian?

Ada 2 hal yang penting untuk kita perhatikan. Yang pertama, video itu, atau mungkin juga dalam bentuk selebaran, dikeluarkan oleh sebuah partai, yaitu Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Bukan oleh tokoh sejarah, atau diambil dari dokumen resmi. Jadi keabsahannya patut dipertanyakan.

Yang kedua, fakta sejarah sang saka merah putih tidak bisa dirunut hanya pada sekitaran tahun 1945 saja. Sejak jaman Majapahit, bendera warna merah dan putih sudah dikibarkan. Bahkan beberapa tahun sebelumnya, pada jaman Kerajaan Kediri, panji-panji merah putihpun sudah dipakai.

Lalu ditarik ke waktu menjelang kemerdekaan, penggunaan bendera Merah dipakai saat para pemuda mengadakan kongres pemuda tahun 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Untuk pertama kalinya lagu Indonesia Raya diperdengarkan dan Bendera Merah Putih dikibarkan.

Dari sini muncul sebuah pertanyaan, kapan Habib Jufri mencetuskan warna bendera Republik Indonesia adalah merah putih? Apakah ini fakta sejarah ataukah hanya pencatutan nama oleh PKS? Hanya Tuhan dan PKS saja yang tahu.

Dua hal pengaburan sejarah di atas seakan melengkapi pengaburan sejarah sebelumnya yang hampir semuanya merujuk ke salah satu agama di Indonesia. Seakan-akan mau menonjolkan peran penting tokoh-tokoh Islam dan menafikan peran tokoh-tokoh lain. Padahal kita semua tahu bahwa kemerdekaan ini direbut dan dipertahankan oleh semua anak bangsa, dari semua suku, agama dan golongan di Indonesia. Tidak ada yang lebih penting dari yang lain.

Semua berperan penting. Semua menjalankan peran mereka. Demi terwujudnya kemerdekaan bagi seluruh anak bangsa tanpa memandang suku, agama, dan golongan.

Pengaburan sejarah itu bukan hanya sebuah pembodohan, tetapi juga penyesatan. Dan di balik semua penyesatan itu, tersimpan sebuah agenda untuk menjadikan negara kita ini menjadi sebuah negara agama, negara khilafah.

Kita tidak boleh lengah. Kita harus lebih saling mengeratkan tali persaudaraan dengan saudara sebangsa kita. Apapun sukunya, apapun agamanya, apapun golongannya. Kita semua sama. Kita semua adalah anak-anak sebuah negeri yang indah karena adanya perbedaan. Sebuah negeri yang bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). NKRI harga mati…!!!!

 

Salam sehat Indonesia

Nugraha, pegiat literasi media

 

#WarasBernegara

#SayaSPARTAN

 

Sumber:

https://sumsel.suara.com/read/2021/08/19/061013/penggagas-warna-merah-putih-pada-bendera-ri-ialah-seorang-habib-netizen-masya-allah

https://historia.id/urban/articles/siapa-pemilik-rumah-proklamasi-vZVop/page/9

https://news.detik.com/berita/d-6211993/kapan-bendera-merah-putih-dikibarkan-simak-info-lengkapnya

https://www.spartannusantara.id/nkri-dan-rongrongan-negara-agama-sebuah-renungan-hut-ke-77-ri/

banner 325x300