TEMPO baru baru ini mengungkapkan apa yang terjadi pada Aksi Cepat Tanggap (ACT), sebuah lembaga yang mengumpulkan sumbangan masyarakat untuk (katanya) menolong masyarakat lain yang membutuhkan.
Pada kenyataannya sebagaimana dilaporkan TEMPO, terjadi banyak hal yang tidak sesuai, seperti gaji yang sangat besar untuk pengurusnya serta sumbangan yang sampai juga kepada organisasi teroris, sehingga PPATK pun melibatkan Densus 88 serta BNPT untuk menyingkap.
Dikatakan oleh TEMPO bahwa Ahyudin, sang pendiri, dipaksa mundur oleh Ibnu Hajar yang menggantikannya sebagai pimpinan ACT.
Sampai disini nalar saya memberontak.
Bagi yang tahu posisi pendiri dalam sebuah badan hukum yang berbentuk yayasan, pasti akan melihat keanehan ini.
Dalam sebuah badan hukum yang berbentuk yayasan, posisi pendiri itu sangatlah kuat, sentral dan hampir tidak tersentuh.
Kalau kemudian hanya karena desakan orang dalam, pendirinya sampai mengundurkan diri, maka itu adalah sebuah tanda tanya besar.
Kalau ini sebuah skenario, apa tujuannya?
Sebelum kita sampai kesana, mari kita melihat fakta yang ada.
Sebelum berita TEMPO tersebut beredar ternyata ada kunjungan tim ACT ke redaksi TEMPO untuk bersilaturrahmi.
Ada sumber dari TEMPO yang membantah bahwa kunjungan tersebut bukanlah silaturrahmi, tetapi untuk mengklarifikasi berita yang akan ditayangkan oleh TEMPO.
Kita semua tahu bahwa TEMPO akhir-akhir ini lebih cenderung menjadi corong oposisi dan sangat membela Gubernur DKI, Anies Baswedan.
Dari jejak digital yang ada, kita tahu bahwa ada beberapa tokoh nasional dan ormas yang mendukung ACT seperti Jusuf Kalla, Anies Baswedan, MUI sampai IDI, termasuk juga PKS.
Dari deretan pendukung ACT, kita bisa melihat bahwa rombongan tersebut adalah rombongan yang mendukung Anies Baswedan untuk menjadi calon Presiden pada 2024 nanti.
Anies yang digadang-gadang sebagai calon presiden dengan dukungan diantaranya dari JK dan PKS serta Nasdem, kemudian ditambah dengan kaum cingkrang serta kaum oligarkhi dengan motor AS, sedang dalam pantauan banyak pihak dan kasus formula E juga sedang ditelusuri oleh KPK.
Anies Baswedan bisa dibilang adalah figur satu-satunya yang punya elektabilitas dan bisa disetir oleh para gerombolan yang ingin mengaduk-aduk Indonesia demi kepentingan mereka.
Apalagi mereka juga membaca bahwa ketua umum PDIP pun terlihat melirik calon lain diluar Ganjar dan Puan, yang akan dicalonkan sebagai calon Presiden.
Hal ini tentunya akan menimbulkan riak yang cukup besar di kalangan pemilih PDIP.
Kekurang-tegasan pihak kepolisian dalam menangani kasus yang berbaju agama mayoritas juga dimanfaatkan dengan baik oleh para gerombolan tersebut.
Terlihat kepolisian menerapkan strategi memecah ombak dalam pengusutan kasus yang berbaju agama mayoritas.
Kepolisian sebagai alat negara terlihat tidak ingin mengorbankan masyarakat yang sebagian besar hanya ikut-ikutan dan diperalat oleh oknum tertentu.
Kekurang-tegasan pihak kepolisian ini sering membuat sebagian masyarakat jengkel karena terkesan negara kalah dengan gerombolan tersebut, padahal kalau penegak hukum bisa bertindak tegas, mereka juga akan berpikir dua kali untuk bertindak.
Keterlibatan PKS dalam kasus ACT ini terlihat jelas dimana salah satu petinggi ACT adalah seorang tokoh PKS dari Banten.
Ahyudin, sang pendiri ACT yang sudah menikmati hidup mewah dari donasi masyarakat, kemudia mendirikan Global Moeslim Charity (GMC), sebuah yayasan yang bergerak seperti ACT.
Dengan melihat fakta-fakta yang ada, saya menduga pengungkapan ACT ini adalah bagian dari strategi untuk menutup isu yang cukup mengancam gerombolan tersebut yaitu soal Khilafatul Muslimin dan Anies Baswedan.
Kasus Khilafatul Muslimin itu jelas menekan PKS dan Anies Baswedan tertekan dengan kasusnya di DKI terutama formula E. Perlu satu kasus besar untuk mengalihkan perhatian publik dan itulah mengapa ACT dibongkar.
Kalaupun nantinya ada yang jadi korban ataupun terpaksa harus dikorbankan maka itulah harga dari perjuangan yang sedang mereka lakukan karena mereka selalu menggemborkan ke kalangan mereka sendiri bahwa ini adakah sebuah perjuangan ataupun Jihad, untuk mencapai cita-cita mereka.
Pemerintah sudah saatnya bertindak tegas tanpa harus terlalu berhati-hati karena negara ini adalah negara hukum. Kalau bukan pemerintah melalui aparatnya yang menegakkan hukum, siapa lagi?
Apakah harus menunggu sampai negara menjadi kacau baru akan bertindak? Pastinya semuanya akan terlambat dan kerusakan sudah merajalela.
Kita semua bangga dengan kiprah Presiden Joko Widodo yang semakin membuat Indonesia dihargai dimata dunia tetapi kita akan lebih bangga apabila Pancasila, UUD 45, NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, bisa kokoh berdiri di negara yang kita cintai ini.
Apabila kondisi dalam negeri kita semakin memburuk maka segala upaya dan pengakuan dunia terhadap Indonesia juga akan menjadi sia-sia.
Bagaimana menurut teman-teman?
Salam Spartan, Roedy.
#Warasbernegara.
#SayaSpartan.
Sumber:
https://nasional.tempo.co/read/1609483/5-fakta-seputar-pengelolaan-dana-act-yang-diungkap-ppatk
https://www.jpnn.com/news/namanya-dikaitkan-dengan-act-jazuli-pks-singgung-gaji-ternyata